Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto dalam mengikuti rapat kerja Komisi IX bersama Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa bersama jajaran Pemerintah, di Ambon, Maluku, Jumat (30/10/2025). Foto: Safitri/vel.
PARLEMENTARIA, Ambon – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyoroti masih tingginya angka stunting di Provinsi Maluku. Dalam kunjungan kerja Komisi IX di Kota Ambon, Provinsi Maluku, ia menegaskan pentingnya kerja keras pemerintah daerah untuk menekan kasus tersebut yang dinilainya berpengaruh langsung terhadap kualitas sumber daya manusia.
Edy menyebutkan, berdasarkan data terakhir, angka stunting di Maluku, terjadi kenaikan dari 26 persen menjadi 28 persen pada periode 2022–2023, yang diperkirakan akan meningkat pada 2024 jika tidak dilakukan intervensi serius.
“Ini soal penting, karena ini soal generasi emas, dan itu pasti berhubungan dengan ibu hamil, ibu menyusui, balita. Kalau kondisi sumber daya manusia (SDM) Maluku sudah stunting, dia akan sulit untuk memiliki daya saing. Karena itu Pak Gubernur perlu memiliki kerja keras untuk stunting ini,” ujarnya kepada Parlementaria usai mengikuti rapat kerja Komisi IX bersama Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa bersama jajaran Pemerintah, di Ambon, Maluku, Jumat (30/10/2025).
Edy menilai program Makanan Bergizi Siap Saji (MBG) menjadi langkah strategis dalam menurunkan stunting, terutama di wilayah kepulauan dan daerah 3T. Ia meminta Badan Gizi Nasional (BGN) segera memetakan kebutuhan daerah dan memprioritaskan pendirian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) agar manfaat program MBG dapat dirasakan masyarakat terpencil.
Edy juga menekankan bahwa MBG tidak boleh hanya difokuskan pada anak sekolah, tetapi harus menyasar ibu hamil, ibu menyusui, dan balita sebagai kelompok paling rentan terhadap stunting.
“Kalau ingin stunting turun ya berarti suplai nutrisinya melalui SPGG. Dan ibu hamil kalau stuntingnya tinggi, penerima manfaat MBG di Maluku harus ditingkatkan. Jangan hanya fokus pada anak sekolah. Juga yang lebih penting adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan balita,” kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Selain itu, ia mengkritisi penerapan model pembangunan SPGG yang seragam di seluruh wilayah tanpa mempertimbangkan kondisi geografis daerah kepulauan seperti di Maluku. Ia menilai, model modular SPGG yang digunakan selama ini sulit diterapkan di daerah 3T.
“Kalau kepulauan, daerah yang sulit menggunakan pola model modular pembangunan SPGG reguler seperti ini, nggak akan tercapai itu, daerah 3T. Maka, 3T kan daerah miskin kan? Dialah yang harusnya mendapat prioritas MBG,” tegasnya.
Ia pun meminta agar BGN segera mengembangkan inovasi model layanan SPPG berbasis Sekolah maupun keluarga, serta memastikan penerima manfaat di daerah kepulauan bisa langsung mendapat dukungan melalui anggaran APBN.
“Saya tetap meminta BGN harus terus mengembangkan inovasinya, modelnya, jangan memaksakan kalau model itu sulit diterapkan. Yang penting, penerima manfaat daerah kepulauan ngomong-ngomongnya langsung pakai APBN,” ujarnya.
Lebih lanjut, Edy juga menyoroti keterbatasan anggaran daerah dalam mengatasi masalah gizi dan stunting. Ia pun mendorong adanya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat agar optimalisasi anggaran dapat tercapai. Melalui kunjungan kerja Komisi IX DPR RI ini, Edy berharap ada peningkatan komitmen lintas sektor dalam penanganan stunting dan penguatan akses layanan kesehatan di wilayah kepulauan.
“Kami Komisi IX akan membantu komunikasi antara pemerintah daerah Maluku dengan Kemenkes atau kementerian yang lain, lembaga yang lain. Konsekuensi logis dari kunjungan kami ke Maluku,” tutupnya. •srw/rdn