Perwakilan Tim Kuasa DPR RI, Rudianto Lallo, dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi atas pasal 8 UU Pers di Gedung Setjen DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10). Foto : Tari/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta — Perwakilan Tim Kuasa DPR RI, Rudianto Lallo, menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal itu disampaikan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi atas pasal 8 UU Pers yang diajukan oleh sejumlah pemohon.
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim konstitusi, Rudianto menuturkan bahwa UU Pers merupakan wujud komitmen negara dalam menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara untuk memperoleh dan menyampaikan informasi.
“Pasal 28 UUD 1945 telah menegaskan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. UU Pers hadir sebagai instrumen hukum untuk menjamin terlaksananya amanat konstitusi tersebut,” ujar Rudianto saat memberikan keterangan di Gedung Setjen DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10).
Lebih lanjut, Anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan bahwa pasal-pasal dalam UU Pers telah secara sistematis memberikan perlindungan hukum bagi wartawan. Hal itu, kata dia, tercermin dalam pengaturan mengenai fungsi, hak, kewajiban, serta larangan menghambat kerja pers sebagaimana diatur dalam pasal 3, 4, 5, dan 18 UU Pers.
“Ketentuan dalam pasal 18 ayat 1 secara jelas memberikan sanksi pidana bagi pihak yang menghalangi atau menghambat wartawan dalam menjalankan profesinya. Ini bukan bentuk imunitas, melainkan perlindungan hukum agar wartawan dapat bekerja dengan aman dan bertanggung jawab,” tegasnya.
Legislator dari Fraksi Partai NasDem ini juga menyoroti peran Dewan Pers yang memiliki fungsi mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan profesionalisme kewartawanan.
Salah satu contoh konkret, menurut Rudianto, adalah ketika Pengadilan Negeri Makassar menolak gugatan terhadap beberapa media nasional, karena perkara tersebut semestinya diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Pers.
“Keputusan tersebut menunjukkan bahwa mekanisme perlindungan hukum bagi wartawan telah berjalan efektif sesuai amanat UU Pers,” kata Rudianto.
Menanggapi permohonan pemohon yang meminta agar wartawan diberikan imunitas hukum, DPR RI menilai dalil tersebut tidak tepat. “Wartawan tidak memiliki kekebalan hukum. Setiap warga negara, termasuk wartawan, tetap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana maupun perdata apabila melanggar hukum,” ujarnya menegaskan.
Di akhir keterangannya, DPR RI melalui Rudianto Lallo menyampaikan permohonan kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon. Selain itu, DPR RI juga meminta agar keterangan DPR RI diterima secara keseluruhan sebagai bagian dari pertimbangan dalam perkara tersebut.
DPR RI menegaskan bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Sebagai penutup, DPR RI juga meminta Mahkamah untuk memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia, agar hasilnya dapat diketahui secara resmi oleh publik.
“UU Pers bukan hanya menjamin kebebasan pers, tetapi juga mengedepankan tanggung jawab dan etika jurnalistik. Perlindungan hukum terhadap wartawan merupakan bentuk nyata komitmen negara dalam menjaga fungsi pers sebagai pilar demokrasi,” pungkas Rudianto. •ujm/aha