E-Media DPR RI

234 Triliun Anggaran Daerah Mengendap di Perbankan, Kontradiksi Pemda Kurang Dana!

Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli dalam agenda Dialektika Demokrasi secara virtual di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/10/2025). Foto: Runi/Andri.
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli dalam agenda Dialektika Demokrasi secara virtual di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/10/2025). Foto: Runi/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyoroti pentingnya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengelola dana pembangunan, terutama terkait fenomena dana daerah yang tidak terserap. Diketahui, berdasarkan data Kementerian Keuangan, tercatat sekitar Rp234 triliun anggaran daerah yang mengendap di perbankan, baik pusat maupun daerah, sehingga belum digunakan secara optimal.

Hal ini disampaikannya dalam acara Dialektika Demokrasi bertajuk “Dari Mengendap ke Berdampak: Optimalisasi Anggaran Pemda untuk Pembangunan” yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI di Ruang PPIP, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/10/2025). Selain Ahmad Doli, Acara ini turut menghadirkan Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago dan Akmal Irawan (Jurnalis MNC Trijaya) sebagai moderator.

“Misinya adalah agar pembangunan di seluruh wilayah bisa berkesinambungan dan berkelanjutan. Kita berharap percepatan pembangunan daerah dapat mendukung percepatan pembangunan nasional. Namun, ironinya, masih ada ratusan triliun rupiah dana APBD yang mengendap di bank,” ujar Doli.

Politisi Fraksi Golkar ini menjelaskan bahwa kondisi tersebut menjadi kontradiktif ketika di satu sisi pemerintah daerah mengaku kekurangan dana, tetapi di sisi lain masih terdapat anggaran yang tidak terserap. Ia menilai hal itu perlu segera dijelaskan agar tidak menimbulkan kebingungan publik maupun distorsi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.

“Kalau tidak ada penjelasan yang jelas, ini bisa menimbulkan kebingungan dan kontraproduktif. Di satu sisi kepala daerah meminta tambahan anggaran, tapi di sisi lain ada dana besar yang belum digunakan. Ini harus disinkronkan dan dibahas bersama antara pemerintah pusat dan daerah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Doli mengingatkan agar pengelolaan dana transfer ke daerah dilakukan dengan tata kelola yang baik dan bersih dari praktik korupsi. Menurutnya, setiap rupiah anggaran yang diberikan pemerintah pusat harus berdampak langsung terhadap percepatan pembangunan yang dirasakan masyarakat.

“Tentu bagi pemerintah daerah harus ada jaminan bahwa dana transfer itu dikelola secara transparan dan akuntabel. Tidak boleh ada penyelewengan. Tujuannya jelas, agar masyarakat merasakan manfaat pembangunan,” tambahnya.

Ia juga mendorong Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk segera berkoordinasi dengan para kepala daerah guna membahas penyebab tidak terserapnya anggaran tersebut. Doli menilai langkah ini penting untuk mencegah stagnasi pembangunan serta menjaga stabilitas fiskal nasional.

“Saya menyarankan agar Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri duduk bersama kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, untuk mendudukkan persoalan ini. Jangan sampai ada kepala daerah yang tidak tahu ada anggaran mengendap sebesar itu,” ujarnya.

Menutup paparannya, Doli berharap hasil diskusi ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah pusat agar kebijakan pengelolaan dana daerah dapat lebih efektif, efisien, dan berorientasi pada hasil nyata di lapangan.

“Dengan koordinasi yang baik, kita bisa memastikan setiap anggaran yang dialokasikan benar-benar berdampak. Jangan sampai pembangunan nasional terganggu hanya karena persoalan teknis di daerah,” tutupnya. •wsp/rdn