E-Media DPR RI

Tanpa Regenerasi, Pertanian Indonesia Mandek, Saan Mustopa Ajak Anak Muda Kembali ke Sawah Bawa Teknologi

Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa saat membuka agenda peninjauan lapangan gabungan DPR ke Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (15/10/2025). Foto: Saum/vel.
Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa saat membuka agenda peninjauan lapangan gabungan DPR ke Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (15/10/2025). Foto: Saum/vel.


PARLEMENTARIA, Banyuasin
 – Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa mengingatkan soal masa depan pertanian Indonesia berada di ambang risiko serius jika regenerasi petani tidak segera dilakukan. Ia mengingatkan, semakin sedikitnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian bisa mengancam keberlanjutan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.

“Sekarang makin sulit mencari orang yang mau nandur, apalagi anak muda. Mereka lebih tertarik kerja di pabrik daripada turun ke sawah. Kalau ini dibiarkan, sepuluh tahun lagi kita bisa kekurangan petani,” ujar Saan saat membuka agenda peninjauan lapangan gabungan DPR ke Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (15/10/2025).

Terbukti, data nasional menunjukkan urgensi yang disampaikan bukan tanpa alasan. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023, hanya sekitar 11,5 persen petani Indonesia yang berusia di bawah 34 tahun, sementara mayoritas berada di kelompok usia 43–58 tahun dan 59–77 tahun. Kementerian Pertanian juga mencatat jumlah petani muda berusia 20–39 tahun hanya sekitar 8 persen dari total petani atau setara 2,7 juta orang. 

Selain itu, program “Petani Keren” yang berjalan hingga tahun 2025 memperlihatkan masih dominannya petani berusia di atas 40 tahun, meskipun upaya regenerasi telah dilakukan melalui pelatihan dan kolaborasi lintas lembaga. 

Menurut Saan, persoalan regenerasi petani tidak bisa dianggap sepele, melainkan menjadi kebutuhan mendesak. Ia menilai, harus ada perubahan paradigma agar anak muda melihat pertanian sebagai sektor modern dan menjanjikan. 

“Kita harus ubah cara pandang. Pertanian itu bukan sekadar cangkul dan lumpur, tapi juga soal inovasi, teknologi, dan data. Dengan pendekatan digital farming, anak muda pasti mau kembali ke lahan,” tegasnya.

Ia menyebut banyak contoh inspiratif di sejumlah daerah, di mana petani muda mulai memanfaatkan drone untuk pemupukan, sensor tanah untuk pengairan, hingga aplikasi digital untuk memantau hasil panen. Inovasi semacam itu, katanya, perlu diperluas dan didukung dengan kebijakan yang berpihak.

“Banyuasin bisa jadi pionir regenerasi petani sekaligus pusat inovasi pertanian. Daerah ini punya lahan luas dan potensi besar, tinggal bagaimana kita dorong anak mudanya ikut mengelola dengan teknologi. Kalau regenerasi dan inovasi berjalan beriringan, pertanian Indonesia tak hanya bertahan, tapi bisa melesat,” ujar politisi NasDem itu.

Terakhir, dirinya mengingatkan secara tegas pentingnya kolaborasi lintas sektor antara DPR, kementerian terkait, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah dalam memfasilitasi pelatihan serta akses pembiayaan bagi petani muda. Oleh karena itu, DPR, tegasnya, akan terus mengawal kebijakan dan anggaran yang mendukung regenerasi serta modernisasi sektor pertanian.

“Petani modern itu bukan hanya menanam, tapi juga mengolah dan menjual hasilnya dengan nilai tambah. Kita ingin anak-anak muda melihat pertanian sebagai bisnis masa depan, bukan pilihan terakhir,” pungkas Saan. •um/aha