E-Media DPR RI

Jadi Ujung Tombak Swasembada Pangan, Komisi IV Dukung Penambahan Penyuluh Pertanian

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Panggah Susanto saat agenda peninjauan kerja lapangan gabungan DPR ke Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (15/10/2025). Foto : Saum/Andri.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Panggah Susanto saat agenda peninjauan kerja lapangan gabungan DPR ke Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (15/10/2025). Foto : Saum/Andri.


PARLEMENTARIA, Banyuasin
 – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Panggah Susanto menegaskan bahwa kekurangan tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL) yang terjadi saat ini, menjadi persoalan serius yang harus segera diatasi pemerintah. Menurutnya, keberadaan penyuluh adalah faktor kunci dalam menjaga produktivitas dan kualitas pertanian nasional, terutama di daerah sentra pangan seperti Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

“Penyuluh pertanian adalah ujung tombak. Mereka yang mendampingi petani di lapangan, memberikan bimbingan teknis, mengawasi pola tanam, hingga memastikan penggunaan pupuk dan benih tepat. Kalau penyuluhnya kurang, produktivitas bisa turun,” ujar Panggah kepada Parlementaria usai agenda peninjauan kerja lapangan gabungan DPR ke Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (15/10/2025).

Dirinya menjelaskan, banyak penyuluh yang sebelumnya bekerja di lapangan kini beralih profesi setelah adanya penyerapan tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal ini menyebabkan kekosongan di sejumlah wilayah yang sebelumnya bergantung pada tenaga penyuluh daerah. Kondisi ini, terangnya, tidak bisa dibiarkan karena akan berdampak langsung pada pencapaian target swasembada pangan nasional tahun 2027. 

Terbukti, berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2024, Indonesia memiliki sekitar 49.900 penyuluh pertanian aktif, baik berstatus aparatur sipil negara (ASN), PPPK, maupun tenaga harian lepas. Namun jumlah ini masih jauh dari ideal, mengingat kebutuhan nasional mencapai sekitar 75.000 orang untuk mendampingi lebih dari 33 juta petani di seluruh Indonesia. Artinya, terdapat kekurangan sekitar 25.000 penyuluh pertanian di lapangan.

Kekurangan tersebut semakin terasa di daerah lumbung pangan seperti Sumatera Selatan, yang memiliki lahan baku sawah lebih dari 470 ribu hektare dengan lebih dari 650 ribu rumah tangga petani aktif. Sebab itu, ia pun mendukung rencana Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian (BSP) Kementerian Pertanian yang akan menambah jumlah penyuluh di daerah sentra pangan, termasuk Sumatera Selatan.

“Tadi dari Dirjen BSP sudah menyanggupi untuk menambah penyuluh. Ini kabar baik, tapi harus segera direalisasikan,” ujar Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Tidak hanya itu saja, Panggah juga menekankan pentingnya meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan penyuluh agar mereka dapat bekerja optimal di lapangan. Baginya, penyuluh bukan sekadar tenaga pendamping, tetapi bagian penting dari sistem ketahanan pangan nasional. “Kalau petani adalah pelaku utama, maka penyuluh adalah pengarahnya. Mereka perlu diberi dukungan yang layak, baik dari sisi jumlah, kompetensi, maupun kesejahteraan,” tuturnya.

Upaya ini berangkat dari keyakinannya bahwa tantangan pangan Indonesia tidak hanya terletak pada produksi, akan tetapi juga pada keberlanjutan pengetahuan di tingkat akar rumput. “Pemerintah sering bicara soal peningkatan hasil panen, tapi lupa bahwa yang mengawal keberhasilan itu adalah penyuluh di sawah, di ladang, yang setiap hari mendampingi petani,” katanya.

Dalam konteks kebijakan nasional, Panggah berharap penambahan penyuluh harus menjadi bagian dari rencana besar reformasi sistem pertanian nasional. “Kalau kita mau mencapai swasembada 2027, kita butuh lebih banyak penyuluh yang benar-benar bekerja di lapangan, bukan di kantor. Jumlah mereka harus sebanding dengan kebutuhan lahan dan petani aktif di tiap daerah,” tandasnya. •um/rdn