E-Media DPR RI

Mengenal Reses, Jembatan Aspirasi Rakyat dan Kebijakan Negara

Masa Reses Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Masa Reses Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Masa reses Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bukanlah masa istirahat atau jeda dari tugas kenegaraan, melainkan fase penting dalam pelaksanaan fungsi representasi dan pengawasan. Di periode Masa Sidang I Tahun Persidangan 2025–2026 ini, seluruh anggota DPR RI kembali turun ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing, menyapa masyarakat, mendengar aspirasi, serta menindaklanjuti berbagai persoalan pembangunan yang terjadi di akar rumput.

Secara konstitusional, reses memiliki dasar hukum yang kuat. Pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), khususnya Pasal 239 ayat (1) yang menegaskan bahwa DPR RI melaksanakan masa persidangan dan masa reses dalam satu tahun sidang. Ketentuan ini diperjelas melalui Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR RI, Pasal 91 hingga Pasal 94, yang mengatur mekanisme pelaksanaan reses oleh anggota DPR di dapil masing-masing. Dengan demikian, reses merupakan bagian integral dari siklus kerja DPR yang harus dijalankan secara periodik.

Dalam masa reses, anggota DPR RI menjalankan tiga fungsi utama DPR—yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan—secara langsung di daerah. Mereka tidak sekadar melaporkan hasil kerja parlemen kepada masyarakat, tetapi juga menampung aspirasi, kritik, serta harapan rakyat untuk kemudian dibawa kembali ke Senayan sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan kebijakan nasional. Proses ini memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil di pusat tetap memiliki keterkaitan erat dengan kebutuhan nyata di daerah.

Berbeda dengan kegiatan formal di gedung parlemen, aktivitas reses bersifat partisipatif dan berbasis dialog. Anggota DPR biasanya menggelar pertemuan tatap muka, diskusi kelompok kecil (FGD), kunjungan lapangan, hingga temu wicara dengan tokoh masyarakat, kelompok tani, pelaku UMKM, tenaga pendidik, serta berbagai lapisan warga. Dari kegiatan tersebut, anggota DPR dapat menyerap beragam informasi faktual mengenai kondisi sosial ekonomi, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan di wilayah mereka.

Kehadiran wakil rakyat di tengah masyarakat juga berfungsi memperkuat legitimasi lembaga parlemen. Masyarakat dapat menyalurkan aspirasi secara langsung, sekaligus memahami arah kebijakan pemerintah dan DPR RI yang sedang berjalan. Dengan cara ini, reses menjadi wadah komunikasi politik yang sehat antara rakyat dan wakilnya, sekaligus memperkuat prinsip keterbukaan dan akuntabilitas publik.

Selain berfungsi politis dan sosial, masa reses juga membawa dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal. Di banyak daerah, kegiatan reses DPR RI memicu perputaran ekonomi mikro. Pelaku usaha lokal seperti penyedia jasa transportasi, hotel, katering, percetakan, hingga pedagang kecil turut merasakan manfaatnya. Efek domino ini menjadi stimulus ekonomi di wilayah yang dikunjungi.

Namun, yang lebih penting adalah efek kebijakan yang lahir dari hasil reses. Aspirasi masyarakat yang dihimpun dalam kunjungan lapangan kerap menjadi dasar bagi DPR untuk memperjuangkan program pembangunan di tingkat pusat. Contohnya, usulan perbaikan jalan, bantuan untuk nelayan, peningkatan fasilitas sekolah, dukungan alat pertanian, hingga tambahan anggaran kesehatan sering kali berawal dari catatan hasil reses. Melalui mekanisme pembahasan anggaran di DPR, berbagai aspirasi tersebut kemudian diterjemahkan menjadi program konkret yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat kelas bawah.

Reses juga memainkan peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat kecil. Melalui pendataan langsung di lapangan, anggota DPR memperoleh masukan mengenai hambatan yang dihadapi pelaku usaha mikro, seperti akses modal, keterbatasan pasar, dan kurangnya pelatihan keterampilan. Hasil temuan tersebut menjadi masukan penting bagi DPR dalam mendorong kebijakan afirmatif di bidang UMKM dan ekonomi kreatif. Ketika hasil reses diwujudkan dalam bentuk dukungan anggaran atau regulasi yang berpihak, maka daya dorong ekonomi rakyat akan semakin kuat.

Tak jarang, hasil reses juga menjadi bahan evaluasi bagi pelaksanaan program pemerintah di daerah. Misalnya, jika masyarakat mengeluhkan penyaluran bantuan sosial yang tidak tepat sasaran atau infrastruktur desa yang mangkrak, maka anggota DPR dapat menindaklanjutinya dalam rapat-rapat kerja di komisi maupun alat kelengkapan dewan. Dengan demikian, reses menjadi jembatan langsung antara evaluasi kebijakan dan perbaikan pelaksanaan di lapangan.

Dalam konteks demokrasi Indonesia, reses mempertegas bahwa wakil rakyat bukan hanya bekerja di ruang rapat, tetapi juga di tengah rakyat yang diwakilinya. Di masa reses inilah idealisme representasi politik menemukan wujud nyatanya: mendengarkan suara rakyat untuk memastikan setiap kebijakan negara berpijak pada kebutuhan dan harapan mereka.

Dengan semangat itu, masa reses DPR RI Tahun Persidangan 2025–2026 diharapkan menjadi momentum memperkuat hubungan antara rakyat dan lembaga legislatif. Bukan hanya untuk memenuhi mandat konstitusi, tetapi juga untuk memastikan bahwa pembangunan dan kesejahteraan benar-benar berakar dari bawah—dari suara masyarakat sendiri. •rdn

 

Tim Redaksi Parlementaria