
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Reni Astuti. Foto: Geraldi/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Reni Astuti, mengapresiasi langkah sejumlah pemerintah daerah yang telah menyetarakan tunjangan bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi contoh konkret komitmen daerah dalam mewujudkan kesetaraan kesejahteraan bagi aparatur sipil negara (ASN).
“Saya memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah yang sudah memberikan tunjangan kinerja untuk PPPK sehingga tidak ada perbedaan secara riil antara PNS dan PPPK,” ujar Reni dalam Forum Legislasi bertajuk “Revisi RUU ASN 2025: Peluang Alih Status PPPK Jadi PNS Kian Terbuka?” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Politisi Fraksi PKS ini menilai, kesetaraan hak dan kesejahteraan ASN harus terus menjadi perhatian dalam pembahasan revisi Undang-Undang ASN 2025. Ia juga menekankan pentingnya mencari solusi atas berbagai persoalan kesejahteraan pegawai yang telah lama mengabdi kepada negara.
“Walaupun mungkin proses seleksinya tidak sama, kualifikasi yang diambil juga berbeda, tetapi prinsip kita adalah memberikan harapan dan solusi bagi kesejahteraan pegawai yang sudah mengabdi begitu lama kepada pemerintah,” imbuh legislator dari Dapil Jawa Timur I itu.
Sejalan dengan hal tersebut, pengamat politik Citra Institute Efriza menilai bahwa revisi UU ASN 2025 juga perlu memperkuat prinsip desentralisasi agar pemerintah daerah tetap memiliki ruang untuk mengatur kebijakan kepegawaiannya sendiri. Menurutnya, pemerintah pusat sebaiknya tidak menarik kewenangan tersebut menjadi terlalu sentralistik.
“Bisa jadi kalau kemarin kita bicara soal sentralisasi keuangan, sekarang bisa jadi sentralisasi kepegawaian, dan pemerintah itu semestinya berbicara bagaimana ia lebih kepada negaranya, ideologinya, bukan dalam hal ini kepada pegawai yang semestinya pegawai itu sudah ada di tangan yang tepat, yakni KemenPAN-RB,” papar Efriza dalam forum yang sama.
“(Negara) kita menerapkan pemerintahan daerah dengan asas desentralisasi dengan konkruennya itu sendiri. Namun, jika (urusan mengenai ASN) ditarik ke presiden, ini menjadi suatu hal yang anomali. Undang-undangnya desentralisasi, implementasinya tidak,” tambah Efriza.
Revisi UU ASN ke depan diharapkan mampu menghadirkan tata kelola kepegawaian yang adil, profesional, serta tetap berpijak pada semangat desentralisasi. Dengan demikian, kesejahteraan ASN di seluruh daerah dapat terjamin tanpa mengabaikan prinsip pemerintahan daerah yang mandiri dan akuntabel. •ecd/rdn