
Anggota Komisi VIII DPR RI Mohammad Iqbal Romzi meninjau kegiatan praktik membatik para siswa Sekolah Rakyat Palembang, Sumatera Selatan, dalam kunjungan kerja reses, Minggu (5/10/2025). Foto: Oji/vel.
PARLEMENTARIA, Palembang – Pagi yang hangat menyelimuti langit Palembang saat dua mobil putih berhenti di halaman Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 7 Palembang. Dari kejauhan, suara riuh rebana menggema menyambut rombongan Komisi VIII DPR RI yang tengah melakukan kunjungan kerja reses. Beberapa siswi berbalut busana adat Palembang tampak tersenyum sambil mengalungkan selendang warna-warni kepada para tamu, menjadi sebuah sambutan sederhana namun penuh makna dari anak-anak yang tengah menjemput masa depan melalui pendidikan.
Bagi Mohammad Iqbal Romzi, Anggota Komisi VIII DPR RI, suasana pagi itu lebih dari sekadar seremoni penyambutan. Ia melihat potret kecil perjuangan anak-anak dari keluarga miskin ekstrem yang tengah menata harapan di tengah keterbatasan. “Walaupun sarana dan prasarana masih terbatas, sekolah rakyat harus tetap berkualitas. Negara harus hadir memberikan perhatian penuh kepada masyarakat miskin ekstrem agar memperoleh pendidikan yang layak,” ujarnya dengan nada tegas namun hangat, di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (5/10/2025).
Sekolah Rakyat Palembang, yang berasrama layaknya pesantren, telah berjalan tiga bulan. Dalam waktu singkat itu, banyak cerita yang muncul—tentang adaptasi, perjuangan, hingga perubahan karakter para siswa. Dari penuturan kepala sekolah, masa awal orientasi menjadi ujian tersendiri bagi sebagian siswa. “Ada yang demam, bahkan ada yang tidak betah di asrama karena belum terbiasa. Namun kini, mereka mulai menikmati rutinitas belajar dan hidup mandiri,” kata Iqbal menirukan penjelasan pihak sekolah.
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai bahwa proses adaptasi tiga bulan pertama justru menjadi fase penting dalam membentuk kedisiplinan dan kemandirian anak-anak. Dari wajah mereka yang cerah, ia melihat semangat baru—sebuah tanda bahwa pendidikan benar-benar mampu menjadi jalan keluar dari lingkaran kemiskinan. “Selama tiga bulan, karakter mereka mulai terbentuk. Mereka lebih percaya diri dan ceria. Ini bukti bahwa Sekolah Rakyat bisa menjadi miniatur pengentasan kemiskinan,” tuturnya penuh keyakinan.
Kunjungan tersebut juga menjadi refleksi bagi Komisi VIII DPR RI untuk terus memperkuat peran lembaga pendidikan nonformal seperti Sekolah Rakyat. Dengan pendekatan berasrama, lembaga ini tak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga nilai-nilai hidup, kedisiplinan, dan tanggung jawab sosial. Bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin ekstrem, ruang belajar ini bukan sekadar sekolah—melainkan rumah kedua yang memberi arah dan asa.
Iqbal menegaskan, Komisi VIII DPR RI akan terus mendorong agar program Sekolah Rakyat mendapat dukungan dan penguatan kebijakan dari pemerintah. “Sekolah Rakyat adalah instrumen nyata pengentasan kemiskinan melalui pendidikan. Kita akan mendukung agar program seperti ini terus tumbuh dan berkembang,” pungkasnya.
Dari Palembang, kisah sederhana ini menjadi pengingat bahwa perubahan besar seringkali bermula dari langkah kecil. Di tangan anak-anak Sekolah Rakyat yang penuh semangat itu, masa depan tampak bukan sekadar impian, melainkan kenyataan yang perlahan sedang mereka wujudkan. •oji/rdn