
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade saat memimpin rapat Kunjungan Kerja Masa Reses (Kunres) Komisi VI DPR RI ke Kota Denpasar, Provinsi Bali, Jumat (3/10/2025). Foto: Anju/vel.
PARLEMENTARIA, Bali – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menegaskan bahwa pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur di Bali ini, harus benar-benar memberikan manfaat nyata bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus mendorong Indonesia menjadi destinasi wisata kesehatan kelas dunia. Hal itu disampaikannya dalam Kunjungan Kerja Masa Reses Komisi VI DPR RI ke Provinsi Bali.
Menurut Andre, KEK Sanur yang diproyeksikan sebagai pusat layanan kesehatan internasional diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia untuk berobat ke luar negeri, seperti ke Penang, Kuala Lumpur, atau Singapura.
“Intinya, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur untuk kesehatan ini dalam rangka mencegah adanya devisa negara keluar. Supaya jangan lagi orang Indonesia dating keluar negeri berobat. Seperti Kuala Lumpur, Penang, Singapura, mungkin negara-negara lain. Untuk itu, dibikinlah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur,” kata Andre Rosiade kepada Parlementaria usai memimpin rapat Kunjungan Kerja Masa Reses (Kunres) Komisi VI DPR RI ke Kota Denpasar, Provinsi Bali, Jumat (3/10/2025).
Legislator Dapil Sumatera Barat ini menjelaskan, konsep KEK Sanur tidak hanya menyiapkan rumah sakit berstandar internasional, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung, mulai dari hotel, transportasi, hingga paket layanan kesehatan terintegrasi. Ia menekankan, pelayanan yang diberikan harus kompetitif dan mampu menandingi fasilitas di luar negeri.
“Dimana diharapkan, orang Indonesia tidak keluar negeri, tetapi berobat di Sanur. Disinilah yang kita diskusikan, bagaimana pelayanan ini harus lebih baik. Bahwa, harus sistem paket. Mereka bukan hanya disiapkan rumah sakit, tetapi akomodasi dari transportasi, hotel penginapan, dan lain-lain. Insya Allah ini lagi diatur, kerjasama yang dilakukan, termasuk nanti ada diskon hotel, maupun diskon tiket pesawat penerbangan,” bebernya.
Salah satu layanan unggulan yang sedang dipersiapkan adalah Klinik Stem Cell hasil kerja sama dengan Prof Fred, Direktur Alster Lake Clinic (ALC) dari Jerman. Andre menyebut, jika saat ini pasien Indonesia harus merogoh kocek Rp500–600 juta untuk terapi stem cell di Hamburg, maka ketika klinik di KEK Sanur resmi beroperasi pada Februari 2026, biaya perawatan diperkirakan hanya sekitar Rp300 juta.
“Tetapi nanti, kalau setelah Februari 2026 kliniknya dibuka di Indonesia, laboratoriumnya selesai, Insya Allah hanya membayar setengah harganya berkisar Rp 300 juta. Jadi menunjukkan apa, Insya Allah kita akan kompetitif, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur ini insya Allah akan kompetitif,” ujarnya.
Dalam diskusi bersama Anggota Komisi VI DPR RI, termasuk perwakilan dari daerah pemilihan Bali, juga dibahas tantangan infrastruktur pendukung, seperti kapasitas Bandara Ngurah Rai dan akses keluar-masuk bandara yang kerap menimbulkan kemacetan. Politisi Partai Gerindra ini menilai, rekayasa lalu lintas serta perencanaan matang sangat diperlukan agar KEK Sanur benar-benar mampu mendukung pertumbuhan pariwisata kesehatan tanpa menambah beban transportasi di Bali.
“Karena, ini tanah sudah terbatas, pariwisata tambah banyak wisatawannya, baik domestik maupun internasional. Ini harus dibikin rekayasa-rekayasa, supaya kedepan jangan lagi menjadi sumber kemacetan,” tutup Andre. •aas/aha