E-Media DPR RI

Sedot Belanja APBN Sangat Besar, Komisi XI Ingatkan Subsidi Listrik Harus Tepat Sasaran

Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun dalam Kunjungan Kerja Komisi XI DPRI ke PT PLN UP3 Surakarta di Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025). Foto: Saum/vel
Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun dalam Kunjungan Kerja Komisi XI DPRI ke PT PLN UP3 Surakarta di Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025). Foto: Saum/vel
 

PARLEMENTARIA, Surakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pentingnya penguatan pengawasan terhadap alokasi subsidi dan belanja sosial yang mencapai Rp1.300 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Dalam kunjungan kerja Komisi XI DPR RI ke PT PLN UP3 Surakarta, ia mengingatkan agar seluruh program subsidi yang direncanakan benar-benar sampai kepada kelompok masyarakat yang berhak.

“Subsidi energi ini menyedot belanja APBN yang sangat besar. Kami ingin memastikan betul realisasinya tepat sasaran,” kata Misbakhun saat membuka agenda Kunjungan Kerja Komisi XI DPRI ke PT PLN UP3 Surakarta di Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025).

Oleh sebab itu, dirinya menekankan bahwa subsidi, kompensasi, dan bantuan sosial tidak boleh menimbulkan tumpang tindih, di mana satu penerima mendapatkan banyak manfaat sekaligus. Menurutnya, integrasi data menjadi kunci agar tidak ada rumah tangga yang tidak berhak justru ikut menikmati subsidi listrik maupun program perlindungan sosial lain. 

Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan alokasi subsidi energi dalam APBN Tahun 2025 sebesar Rp 203,41 triliun, yang mencakup subsidi untuk BBM tertentu, LPG 3 kilogram, dan listrik.  Dari jumlah itu, subsidi listrik dialokasikan sebesar Rp 90,22 triliun, naik signifikan dari target 2024 yang sebesar Rp 73,24 triliun, termasuk sisa kurang bayar tahun 2023 sebesar Rp 2,02 triliun. 

Meski anggaran telah ditetapkan, realisasinya hingga Semester I 2025 menunjukkan tren melambat. Data Kementerian Keuangan menyebut bahwa realisasi subsidi listrik mencapai Rp 36,609,6 miliar atau sekitar 40,8 persen dari pagu tahunan.  Jumlah listrik bersubsidi yang disalurkan dalam periode ini mencapai 31,2 TWh, naik dari 28,9 TWh pada periode sama tahun sebelumnya, dan menyentuh lebih dari 42,4 juta pelanggan. 

Sementara itu, belanja subsidi dan kompensasi energi sepanjang Januari hingga Agustus 2025 telah menyentuh angka Rp 218 triliun, dari sejumlah komponen seperti listrik, BBM, LPG, dan pupuk. Di antaranya, subsidi listrik semester pertama saja sudah mencapai Rp 36,6 triliun. Proyeksi pemerintah memperkirakan realisasi akhir tahun untuk subsidi listrik bisa tembus di atas Rp 89,1 triliun. 

Mengetahui hal ini, Misbakhun menggarisbawahi besarnya alokasi dan realisasi subsidi ini menjadikan isu fiskal nasional jika tidak diantisipasi oleh mitigasi yang efektif. “Kalau diurai, uang negara sebesar itu harus betul-betul sampai ke masyarakat yang berhak. Jangan sampai penerima subsidi listrik ternyata juga menerima berbagai bansos lain, atau justru orang yang tidak berhak ikut menikmati,” tegasnya.

Dalam kesempatan sama, Misbakhun turut mengingatkan agar pemerintah segera menuntaskan kewajiban pencairan kompensasi ke PLN yang hingga Agustus masih tertunda. Keterlambatan tersebut, ungkapnya, dikhawatirkan berdampak pada kinerja PLN yang hampir seluruh operasionalnya ditopang oleh dana subsidi dari pemerintah.

Mewakili Komisi XI DPR, dirinya menegaskan akan terus mengawal realisasi APBN, terutama pos belanja besar yang menyangkut subsidi energi dan bantuan sosial. Pun, ia meminta PLN untuk konsisten meningkatkan transparansi serta pelaporan data penerima subsidi berbasis digital agar setiap alokasi bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka.

“Jangan sampai ada salah persepsi. Komisi XI datang ke PLN bukan untuk urusan bisnis, melainkan dalam kapasitas pengawasan APBN. Kami ingin memastikan setiap rupiah uang rakyat digunakan dengan sebaik-baiknya,” pungkas Politisi Fraksi Partai Golkar ini. •um/rdn