
Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha saat melakukan pengawasan ke STPN Yogyakarta, di Sleman, DIY, Jumat (3/10/2025). Foto: Aisyah/vel
PARLEMENTARIA, Sleman – Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menyoroti sejumlah persoalan penting terkait Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta. Menurutnya, STPN memiliki peran strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) pertanahan, namun masih menghadapi keterbatasan sarana dan kesejahteraan tenaga pendidik.
“STPN ini sudah lama berdiri, tapi ternyata belum memiliki laboratorium. Padahal, untuk akreditasi itu merupakan syarat utama. Jadi memang perlu adanya dukungan anggaran, bukan hanya untuk laboratorium, tapi juga fasilitas lain agar bisa berkembang, bahkan menjadi politeknik atau universitas,” ungkap Toha kepada Parlementaria usai melakukan pengawasan ke STPN Yogyakarta, di Sleman, DIY, Jumat (3/10/2025).
Politisi PKB tersebut juga menyinggung soal kesenjangan standar kesejahteraan dosen. Ia menilai, gaji profesor di STPN masih lebih rendah dibandingkan profesor di perguruan tinggi lain seperti UGM maupun UII.
“Setidaknya harus ada proporsionalitas, agar tenaga pendidik di sini mendapatkan penghargaan yang layak. Karena kualitas lulusan itu ditentukan oleh kualitas pengajarnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Toha menekankan pentingnya pembekalan soft skill bagi mahasiswa STPN. Menurutnya, kecerdasan intelektual harus dibarengi dengan kecerdasan emosional dan religius.
“Anak didik tidak cukup hanya pintar secara akademis, tapi juga harus punya adab, akhlak, dan integritas. Itu penting agar kelak, saat menjadi pejabat pertanahan, mereka bisa benar-benar melayani masyarakat,” jelasnya.
Antusiasme masyarakat terhadap STPN dinilai sangat tinggi. Dari sekitar 6.000 pendaftar, hanya 300 yang diterima setiap tahunnya. Hal ini, menurut Toha, menunjukkan kebutuhan besar akan pendidikan pertanahan.
“Saat ini prodi di STPN baru ada empat, sesuai kebutuhan Ditjen Kementerian ATR/BPN. Namun ke depan harus bisa menambah program studi baru untuk menjawab kebutuhan di tujuh direktorat jenderal yang ada,” tambahnya.
Ia juga mendorong agar STPN tidak hanya berkembang di Yogyakarta, melainkan dapat dibuka di wilayah lain. “Dengan hampir 500 kantor pertanahan di seluruh Indonesia, SDM yang tersedia jelas belum mencukupi. Idealnya, ada sekolah pertanahan di zona timur, tengah, dan barat agar distribusinya lebih merata,” pungkasnya. •ais/rdn