
Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin. Foto : Dok/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyambut baik kesepakatan DPR bersama pemerintah untuk membentuk sebuah Panitia Khusus (Pansus) Agraria dan Badan Pelaksana Reforma Agraria. Menurutnya, langkah ini merupakan terobosan besar dalam menyelesaikan persoalan agraria yang selama ini tidak bisa diselesaikan secara sektoral.
“Persoalan agraria di Republik ini tidak bisa hanya ditangani Kementerian ATR/BPN saja, tapi juga lintas kementerian. Ada Kementerian Kehutanan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan lainnya. Karena itu, dibutuhkan pendekatan lintas sektor, lintas komisi, bahkan lintas fraksi juga,” ujar Gus Khozin, biasa ia disapa, saat ditemui Parlementaria sesaat sebelum berlangsungnya sidang Paripurna DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2025).
Khozin menilai inisiatif DPR dalam membentuk Pansus Agraria yang disampaikan Pimpinan DPR pada peringatan Hari Tani 24 September lalu tersebut, merupakan langkah maju dalam semangat reforma agraria. Pansus Agraria akan menjadi ruang koordinasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan tumpang tindih regulasi dan kebijakan, hingga kekosongan hukum yang selama ini menjadi penghambat.
“Dengan adanya Pansus ini, kita bisa mendesain ulang kebijakan dan memastikan pengawasannya berjalan. Harapannya, konflik-konflik agraria yang ada di republik ini bisa diselesaikan. Dengan kata lain, dari hulu hingga hilir: regulasi, kebijakan, hingga tata kelola bisa dituntaskan dalam satu kerangka kebijakan besar,” paparnya.
Khozin juga menyoroti ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia yang dinilai sangat timpang. Merujuk pernyataan Menteri Nusron, sekitar 70-80 persen lahan di negeri ini hanya dikuasai 60 keluarga, sementara penduduk Indonesia ada lebih dari 270 juta jiwa. Sehingga dengan adanya Reforma agraria melalui Pansus Reforma Agraria ini harus bisa memangkas ketimpangan itu.
Terkait arah satu peta data pertanahan, Politisi dari Fraksi PKB ini menilai hal itu salah satu bagian dari reforma agraria yang akan dibahas oleh Pansus mendatang. Termasuk juga pembenahan regulasi, serta kemungkinan lahirnya rancangan Undang-Undang Pertanahan. Karena sebenarnya Indonesia belum memiliki Undang-undang pertanahan. Selama ini yang ada Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang usianya sudah lebih dari 60 tahun. Sehingga perlu pembaruan regulasi yang bisa benar-benar dilaksanakan di lapangan.
“Dengan adanya Pansus reforma Agraria, mudah-mudahan bisa menjadi highlight besar, menjadi titik temu untuk kita mendesain ulang secara kebijakan. Kemudian nanti turunannya bisa menyelesaikan seluruh persoalan konflik agraria yang ada di Republik kita. Termasuk konflik pertanahan masyarakat. Jadi persoalan agraria ini tema besarnya adalah untuk memotong gini ratio di sektor pertanahan. Kelembagaan hingga dukungan anggaran adalah agenda utama dalam pembahasan di Pansus Agraria. Sertifikat digital ini memberikan kepastian hukum lebih kuat kepada masyarakat,” pungkasnya. •ayu/aha