E-Media DPR RI

Birokrasi Dipangkas, Transparansi Diperkuat Demi Sambut Babak Baru BUMN Indonesia

Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini saat membacakan pidato laporan terkait RUU BUMN dalam rapat paripurna. Foto: Geraldi/vel.
Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini saat membacakan pidato laporan terkait RUU BUMN dalam rapat paripurna. Foto: Geraldi/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 — DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Revisi ini dinilai membawa perubahan besar terhadap tata kelola BUMN yang selama ini menguasai layanan strategis publik, mulai dari listrik, BBM, pangan, hingga transportasi. Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini menyebut revisi ini sebagai langkah penting untuk memastikan BUMN lebih transparan, akuntabel, dan benar-benar bekerja untuk kepentingan masyarakat.

“Perbaikan tata kelola BUMN yang direalisasikan melalui RUU ini sangat relevan dan penting. BUMN bukan hanya harus menjadi entitas bisnis profesional dan menguntungkan, tetapi juga harus transparan, akuntabel, dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat,” ujar Anggia saat membacakan pidato dalam rapat paripurna.

Salah satu poin krusial yang disampaikan ialah larangan rangkap jabatan bagi Menteri maupun Wakil Menteri di direksi, komisaris, atau dewan pengawas BUMN. Dengan aturan ini, jelasnya, publik akan memperoleh jaminan keputusan strategis di BUMN tidak lagi dipengaruhi kepentingan politik atau konflik kepentingan.

Sebagai contoh, kebijakan harga BBM, tarif listrik, maupun investasi di sektor pangan akan lebih berorientasi pada kebutuhan masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Selain itu, ia menyampaikan bahwa Kementerian BUMN kini berubah menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) yang hanya berperan sebagai regulator.

Perubahan ini, terangnya, dinilai penting agar fungsi pengawasan dan pengaturan dipisahkan dari bisnis, sehingga publik bisa berharap pada BUMN yang lebih profesional dan efisien, yang mana akan bekerja seperti perusahaan swasta besar namun tetap berorientasi pada pelayanan rakyat.

Selanjutnya, Anggia menegaskan revisi UU ini juga bisa memperkuat peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit keuangan BUMN. Dampaknya, ujarnya, masyarakat bisa lebih yakin bahwa uang negara yang dikelola BUMN tidak disalahgunakan, sehingga potensi kerugian negara yang biasanya ditanggung rakyat lewat subsidi atau tarif bisa ditekan.

Poin lain yang tak kalah penting adalah kewajiban memperhatikan keseimbangan gender dalam jabatan direksi dan komisaris. Harapannya, UU BUMN baru ini akan lebih banyak membuka peluang bagi perempuan untuk duduk di posisi strategis BUMN, sekaligus memperkaya perspektif dalam pengambilan keputusan yang menyentuh layanan publik.

Dari sisi pelayanan, dirinya menekankan bahwa revisi UU ini akan membuat selaras dengan program prioritas pemerintah, mulai dari ketahanan pangan, ketahanan energi, hingga hilirisasi industri. Publik, harapnya, bisa merasakan langsung dampak dalam bentuk pasokan pangan lebih stabil, energi lebih terjangkau, serta lapangan kerja baru dari hilirisasi sumber daya alam.

Mengakhiri pidatonya, Anggia menegaskan bahwa DPR dan pemerintah sepakat BUMN tidak lagi sekadar menjadi “perusahaan negara” yang rentan birokrasi, melainkan motor penggerak ekonomi yang sehat, efisien, sekaligus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

“Ke depan, BUMN diharapkan berkontribusi maksimal pada ketahanan pangan, ketahanan energi, hilirisasi, industrialisasi, serta program strategis nasional lainnya yang akan berdampak langsung pada ekonomi rakyat,” tutup Politisi Fraksi PKB itu.

Sebagai informasi, Pembahasan RUU Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dimulai setelah Presiden mengirimkan surat resmi kepada DPR pada awal September 2025. Dalam surat itu, Presiden menugaskan Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan bersama DPR.

Selanjutnya, berdasarkan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus DPR RI pada 22 September 2025 memutuskan penugasan kepada Komisi VI DPR untuk membahas RUU tersebut bersama pemerintah. Komisi VI DPR RI segera membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas secara intensif, termasuk menyerap masukan dari berbagai pihak.

Sejumlah pakar hukum dan akademisi dari berbagai universitas seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Udayana, Universitas Negeri Semarang, Universitas Jember, Universitas Lampung, hingga STIH IBLAM ikut dilibatkan. Masukan-masukan itu menjadi pertimbangan penting untuk memperkuat aspek transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola BUMN.

Pada 26 September 2025, Komisi VI DPR RI bersama perwakilan pemerintah menggelar rapat kerja yang menjadi forum pembicaraan tingkat pertama. Dalam rapat itu, seluruh fraksi di DPR menyatakan setuju terhadap substansi RUU, termasuk pengaturan larangan rangkap jabatan, perubahan nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengatur BUMN, serta penegasan peran BUMN sebagai penggerak ekonomi nasional.

Tahapan pembahasan kemudian berlanjut ke pembicaraan tingkat kedua dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis, 2 Oktober 2025. Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini membacakan laporan hasil pembahasan, sementara Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta persetujuan seluruh anggota dewan untuk mengajukan RUU BUMN menjadi UU, yang mana memperoleh jawaban serentak “setuju”, sehingga RUU Perubahan Keempat atas UU BUMN resmi disahkan menjadi undang-undang. •um/aha