E-Media DPR RI

Masalah Zonasi Timbulkan Tumpang Tindih, Bonnie: Sulitkan Penertiban Situs Cagar Budaya

Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, saat RDPU Panja Pelestarian Cagar Budaya Komisi X dengan sejumlah Balai Pelestarian Kebudayaan di Indonesia, di Gedung Nusantara I, Selasa (30/9/2025). Foto: Tari/vel.
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, saat RDPU Panja Pelestarian Cagar Budaya Komisi X dengan sejumlah Balai Pelestarian Kebudayaan di Indonesia, di Gedung Nusantara I, Selasa (30/9/2025). Foto: Tari/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta – 
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyoroti implementasi Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010, khususnya terkait masalah zonasi yang dinilai masih banyak tumpang tindih di berbagai daerah. Ia menyebut kondisi ini menyebabkan sulitnya penertiban situs cagar budaya yang berdekatan atau bahkan berada di bawah pemukiman warga.

“Zonasi ini, kalau kita mau jujur, masih banyak yang tumpang tindih,” ujar Bonnie dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pelestarian Cagar Budaya Komisi X dengan sejumlah Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) di Indonesia, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Ia menjelaskan bahwa ketentuan zonasi, mulai dari zona inti, penyangga, pengembangan, hingga penunjang, belum dilaksanakan secara konsisten.

Bonnie mencontohkan situasi di Banten Girang, di mana rumah penduduk berdiri persis di atas situs Kerajaan Banten Girang. Ia juga menyebut kasus di Mojokerto, dimana warga menjual batu bata kuno yang mereka temukan di lahan milik sendiri karena zonasi yang tumpang tindih.

“Bayangin coba, di atasnya ada rumah penduduk berdiri di atas situs. Ini bangunan Kerajaan Banten Girang,” kata Bonnie, sambil menunjukkan foto. Ia menekankan bahwa tidak mungkin bagi pemerintah untuk membongkar rumah penduduk yang sudah lama berdiri.

Sebagai langkah tengah, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini mendesak BPK di seluruh Indonesia untuk bekerja lebih keras dan mengambil peran aktif. Solusi yang ditawarkan adalah menjalin komunikasi dan sosialisasi yang baik dengan masyarakat agar tercipta “sense of belonging” atau rasa kepemilikan terhadap cagar budaya.

“Tolong tiap-tiap BPK itu lebih kerja keras lagi, mendekati masyarakat, melakukan sosialisasi, hubungan yang baik, sehingga ada sense of belonging, rasa kepemilikan pada cagar budaya,” pintanya. Ia menambahkan bahwa cagar budaya harus mendatangkan manfaat bagi masyarakat tanpa menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengunjung. •bia/rdn