E-Media DPR RI

Dorong Reformasi Tata Kelola, BKSAP Libatkan Akademisi Bahas Aksesi OECD

Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera, saat melakukan kunjungan ke Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) pada Selasa (30/9/2025). Foto: Ucha/vel.
Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera, saat melakukan kunjungan ke Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) pada Selasa (30/9/2025). Foto: Ucha/vel.


PARLEMENTARIA
Depok — Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI melakukan kunjungan ke Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) pada Selasa (30/9/2025). Pertemuan ini menjadi ajang diskusi mengenai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) serta tantangan Indonesia dalam proses aksesi ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development-OECD).

Dalam kunjungan tersebut, pimpinan BKSAP DPR RI duduk bersama dengan Rektor dan jajaran akademisi UIII untuk berdiskusi. Pertemuan itu berlangsung hangat dan mengerucut pada isu-isu krusial, mulai dari pentingnya transparansi dan akuntabilitas hingga penguatan kapasitas kelembagaan agar Indonesia mampu memenuhi standar internasional yang ditetapkan OECD.

Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera, menegaskan bahwa langkah Indonesia untuk menjadi anggota OECD bukan perjalanan singkat. Menurutnya, proses ini membutuhkan reformasi besar di berbagai sektor, mulai dari perpajakan hingga hubungan negara dengan masyarakat sipil.

“Proses aksesi Indonesia di OECD bukan proses yang mudah. Karena kita diminta melakukan reformasi cukup banyak peraturan. Baik itu perpajakan, tata kelola termasuk perdagangan dan hubungan negara dengan civil society,” ujar Mardani usai menghadiri pertemuan yang diselenggarakan di Depok, Jawa Barat pada Selasa (30/9/2025) itu.

Ia menilai reformasi ini justru dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan dan meningkatkan kualitas institusi. Mardani menilai, Aksesi OECD harus dipandang sebagai kesempatan untuk memperkuat standar akuntabilitas dan transparansi di tubuh lembaga negara.

“Dan buat kami aksesi dan segala persyaratannya bagian dari memaksa diri untuk naik kelas. Sehingga good governance, strong institution, akuntabilitas, transparansi sama civil society approach bisa lebih kompatibel,” jelas Mardani yang juga merupakan anggota Komisi II DPR RI.

Lebih jauh, Mardani menyoroti sektor pendidikan sebagai salah satu fondasi penting yang harus diprioritaskan dalam aksesi OECD. Menurutnya, daya saing sumber daya manusia Indonesia akan menjadi faktor penentu dalam memanfaatkan peluang ekonomi dan kerja sama internasional.

“Salah satu yang terpenting memang ketika kita masuk OECD adalah harus punya strong foundation on education. Karena peluang ini akan hilang, segala pasar ini tidak bisa kita optimalkan kalau kualitas dan kapasitas SDM kita tidak mampu bersaing,” tegas Mardani.

Politisi Fraksi PKS ini juga menekankan perlunya penguatan kualitas pendidikan dalam negeri sebagai prasyarat mutlak. Tanpa hal tersebut, manfaat keanggotaan OECD dikhawatirkan tidak akan maksimal, terutama dalam menghadapi konsekuensi status baru Indonesia sebagai negara berkembang yang naik kelas ke kategori negara maju.

“Dan untuk itu selain urusan perdagangan, tata kelola, spesifik memperkuat fondasi dan kualitas pendidikan Indonesia menjadi prasyarat mutlak agar OECD kita bisa optimal. Apa lagi, tadi teman-teman UIII juga mengatakan kalau kita sudah accepted di OECD biasanya akan ada banyak riset kerjasama itu yang not applicable to OECD countries. Karena OECD countries itu dianggap developed countries, negara yang sudah maju,” lanjutnya.

Mardani menambahkan, keanggotaan OECD juga membawa konsekuensi bahwa Indonesia tidak lagi berhak menerima bantuan pendidikan maupun kerja sama riset dari negara maju. Kondisi ini, menurutnya, menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi di tanah air.

“Jadi tidak layak mendapat bantuan, kerjasama, pendidikan, dan riset dari negara-negara. Nah ini menjadi catatan juga buat kita karena di banyak kenyataan, banyak kampus kita masih sangat memerlukan kerjasama dan bantuan internasional untuk meningkatkan kualitas outputnya,” kata Mardani.

Kunjungan BKSAP ke UIII ini mempertegas komitmen DPR RI untuk melibatkan kalangan akademisi dalam merumuskan strategi tata kelola yang baik. Melalui kolaborasi ini, Indonesia diharapkan mampu memperkuat fondasi kelembagaan serta memenuhi standar internasional dalam proses aksesi OECD.

Lebih jauh, upaya ini juga sejalan dengan semangat Open Government Partnership (OGP) yang menekankan pentingnya meaningful participation. Dengan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya, DPR RI ingin memastikan proses legislasi dan tata kelola pemerintahan tidak hanya transparan dan akuntabel, tetapi juga partisipatif. Pendekatan ini diharapkan menjadi pondasi kuat bagi Indonesia untuk ‘naik kelas’ sebagai anggota OECD sekaligus memperkuat demokrasi yang inklusif. •uc/aha