E-Media DPR RI

Penetapan Kawasan Hutan Tesso Nilo Rugikan Rakyat, Hilang Hak Ekonomi hingga Akses Perbankan

Anggota Komisi XIII DPR RI Siti Aisyah dalam Rapat Kerja Komisi XIII di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025). Foto: Runi/vel.
Anggota Komisi XIII DPR RI Siti Aisyah dalam Rapat Kerja Komisi XIII di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025). Foto: Runi/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Komisi XIII DPR RI Siti Aisyah menegaskan bahwa penetapan kawasan hutan Tesso Nilo yang tumpang tindih dengan pemukiman dan lahan masyarakat, telah merugikan rakyat. Menurutnya, kondisi tersebut berimplikasi pada hilangnya hak ekonomi, pendidikan, hingga akses perbankan bagi warga.

“Bukan masyarakat yang berada di dalam Taman Nasional (TN) Tesso Nilo, tapi justru TN itu yang ditetapkan di atas tanah masyarakat. Bahkan ada yang sudah bersertifikat sejak 1998, jauh sebelum penetapan kawasan hutan tahun 2004,” jelas Siti Aisyah dalam Rapat Kerja Komisi XIII di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025).

Ia mencontohkan banyak desa yang sudah definitif, memiliki sekolah, fasilitas umum, bahkan makam leluhur, tiba-tiba dinyatakan sebagai kawasan hutan. Hal ini, lanjutnya, membuat sertifikat tanah gugur dan perekonomian warga terpuruk.

“Ketika tanah sudah jadi kawasan, sertifikat tidak berlaku. Bank pun tidak mau menjaminkan. Dulu 2 hektare bisa jadi jaminan Rp200 juta, sekarang hanya Rp5 juta atau Rp10 juta. Ini jelas melanggar hak masyarakat,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Ia juga menilai Kementerian HAM belum berpihak penuh kepada rakyat. Ia menekankan bahwa hak asasi manusia bukan hanya terkait kekerasan fisik, tetapi juga soal ekonomi dan penghidupan layak.

“Ketika orang tidak bisa berekonomi, tidak mendapat penghidupan layak, itu pelanggaran HAM. Maka Kementerian HAM seharusnya jadi leading sector untuk memanggil kementerian terkait: transmigrasi, desa, kehutanan, dan BPN,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menyebut rekomendasi Komnas HAM selama ini sudah lebih berpihak dan harus diperkuat. Ia juga meminta agar penetapan kawasan yang berdampak pada relokasi warga dicabut, bukan sekadar ditunda.

“Warga sudah hidup di sana jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan ada masyarakat adat Talang Mamak yang bergantung penuh pada lahan itu. Jadi kalau mau relokasi, harus ada prosedur, ganti rugi, dan jangan semena-mena. Kalau tidak, ini melanggar cita-cita Presiden yang ingin rakyat sejahtera,” tandasnya. •gal/rdn