
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh saat rapat Panja RUU Ketenagakerjaan Komisi IX DPR RI dengan organisasi pekerja/buruh di Indonesia di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025). Foto: Geraldi/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menegaskan pentingnya aspek perlindungan dalam revisi Undang-Undang terkait Ketenagakerjaan. Hal itu mengingat bahwa DPR pernah mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Sehingga, tidak hanya pekerja migran, tetapi juga pekerja di dalam negeri juga harus mendapatkan aspek perlindungan yang diatur dalam revisi UU tersebut.
“Kalau nanti hasil reviu ini ternyata lebih dari 80 persen yang diubah, tentu akan menjadi undang-undang baru. Saya sepakat jika namanya menjadi Undang-Undang Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja, karena kata perlindungan ini tepat dan harus terus kita perjuangkan,” ujar Nihayatul dalam rapat Panja RUU Ketenagakerjaan Komisi IX DPR RI dengan organisasi pekerja/buruh di Indonesia di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Ia juga menyoroti pentingnya penegakan hukum, khususnya terkait pendaftaran pekerja dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan seluruh pegawainya, sehingga pekerja kehilangan hak perlindungan.
“Banyak perusahaan yang pegawainya seribu, tapi hanya 500 yang didaftarkan BPJS Ketenagakerjaan. Sanksinya baru sebatas administrasi, seharusnya ada sanksi hukum. Begitu juga terkait kasus pelecehan terhadap pekerja perempuan, itu perlu masuk kategori sanksi hukum,” tegas Politisi Fraksi PKB ini.
Selain itu, Nihayatul menekankan pentingnya perlindungan bagi pekerja muda di sektor baru seperti startup. Meski tidak berada di bawah payung perusahaan formal, para pekerja tersebut tetap berorganisasi dan melakukan advokasi.
“Anak-anak muda yang bekerja di startup sering kali tidak ada perusahaan yang memayungi, tapi mereka berserikat dan berjuang. Mereka juga harus mendapatkan perlindungan dan suara mereka harus terakomodir,” katanya.
Ia juga mendukung penguatan aturan mengenai sistem pengupahan. Menurutnya, aturan tersebut harus dituangkan dalam undang-undang agar memiliki kepastian hukum yang lebih kuat. “Saya sepakat kalau sistem pengupahan diletakkan di undang-undang, agar payung hukumnya lebih kuat dan tidak mudah berubah-ubah,” tambahnya.
Lebih jauh, Nihayatul menekankan bahwa revisi undang-undang ini harus mengakomodasi seluruh pekerja, bukan hanya mereka yang berada di perusahaan formal. Ia menegaskan, pembahasan di Komisi IX dilakukan secara terbuka dan inklusif.
“Undang-undang ini harus menjadi milik kita bersama, bukan hanya satu pihak. Kami di Komisi IX tidak eksklusif, dan tentu menerima kritik. Karena ini lembaga DPR, maka setiap kesepakatan di paripurna menjadi tanggung jawab kita bersama,” tutupnya. •gal/rdn