
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati saat mengikuti Rapat Panja RUU P2SK dengan ADK OJK bidang pengawasan perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025). Foto: Mario/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyoroti kewenangan baru LPS dalam mengelola resolusi perusahaan asuransi insolven, khususnya terkait kesiapan teknis dan sumber daya manusia.
“Selama ini, LPS baru menangani resolusi perbankan, dan itu pun masih baru. Kalau sekarang ditambah dengan resolusi asuransi, apakah kapasitas teknis dan SDM-nya cukup memadai?” ujar Anis dalam Rapat Panja RUU P2SK dengan ADK OJK bidang pengawasan perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Menurutnya, resolusi asuransi memiliki tingkat kerumitan yang berbeda dengan resolusi bank. Prosesnya memakan waktu lebih lama, dan risiko yang dihadapi juga bervariasi, terutama terkait kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Anis menambahkan, penyebab kegagalan perusahaan asuransi juga perlu ditelaah lebih dalam. Ia menyebut praktik bisnis yang tidak etis, kecurangan (fraud), manajemen yang tidak profesional, hingga kelemahan regulasi sebagai faktor yang harus diantisipasi.
“Kalau akar masalahnya tidak diselesaikan, maka resolusi apapun tidak akan efektif. Regulasi yang lemah, manajemen buruk, dan praktik bisnis yang menyimpang harus jadi perhatian utama,” tegas Legislator Fraksi PKS dapil DKI Jakarta I.
Ia juga mengingatkan bahwa keberhasilan resolusi asuransi sangat bergantung pada kepercayaan publik. Bila LPS tidak mampu menunjukkan kapasitas yang meyakinkan, dikhawatirkan hal itu akan menurunkan kredibilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Karena itu, Anis menekankan perlunya penguatan kapasitas kelembagaan LPS agar benar-benar siap menjalankan mandat barunya. “Revisi UU P2SK harus memastikan LPS mampu, baik dari sisi regulasi maupun dari sisi kapasitas kelembagaannya,” pungkasnya. •fa/aha