E-Media DPR RI

Jangan Hanya Jadi Infrastruktur Megah, Bandara YIA Harus Berdampak Ekonomi Daerah

Anggota Komisi VI DPR RI Subardi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI dengan PT Garuda Indonesia, PT Angkasa Pura Indonesia, dan Direktur Utama PT Integrasi Aviasi Solusi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025). Foto : Farhan/Andri.
Anggota Komisi VI DPR RI Subardi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI dengan PT Garuda Indonesia, PT Angkasa Pura Indonesia, dan Direktur Utama PT Integrasi Aviasi Solusi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025). Foto : Farhan/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Anggota Komisi VI DPR RI Subardi menyoroti pemanfaatan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) yang dinilai belum optimal. Dalam rapat kerja Komisi VI bersama PT Angkasa Pura, ia meminta agar bandara yang berlokasi di Kulon Progo itu tidak sekadar menjadi infrastruktur besar, tetapi mampu memberikan dampak nyata terhadap perekonomian daerah.

“YIA pasarnya lengkap, tapi pemanfaatannya baru sekitar 40 persen. Masih ada 60 persen yang belum, terutama penerbangan internasional,” ujar Subardi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Angkasa Pura Indonesia, dan Direktur Utama PT Integrasi Aviasi Solusi di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Ia menyebut, saat ini penerbangan internasional dari YIA masih terbatas, hanya melayani rute ke Malaysia. Menurutnya, perlu dibuka lebih banyak rute ke negara lain seperti Singapura untuk mendukung pariwisata Yogyakarta.

Subardi juga menyinggung dampak pengalihan penerbangan dari Bandara Adisutjipto ke YIA. “Dulu restoran, taksi, dan pedagang kecil di Adisutjipto ramai. Sekarang banyak yang tutup karena semua lari ke Kulon Progo,” ucapnya.

Tidak hanya itu saja, ia menilai aksesibilitas ke YIA masih menjadi kendala. “Memang ada kereta bandara, tapi tetap memakan waktu lebih lama dibanding ke Adisutjipto. Jalan tol juga belum selesai,” katanya.

Walaupun begitu, Subardi mengapresiasi langkah efisiensi Angkasa Pura yang kini hanya memiliki satu direktur utama dengan enam wilayah regional. Menurutnya, restrukturisasi tersebut akan mengurangi beban jabatan sekaligus meningkatkan efektivitas kerja.

“Dulu ada Angkasa Pura 1, (dan) 2. Sekarang, hanya satu dirut. Ini positif, ada efisiensi, tidak banyak jabatan,” katanya.

Berdasarkan penjelasan manajemen Angkasa Pura, enam wilayah regional dipimpin oleh CEO region, sementara pengelolaan di tingkat bandara dilakukan oleh general manager (GM). Subardi menilai model ini lebih fungsional karena memangkas struktur direksi yang sebelumnya tersebar di beberapa entitas.

Adanya penyederhanaan ini, paparnya, akan berdampak pada penghematan biaya operasional dan membuat pengelolaan bandara lebih terintegrasi. “Dari tiga menjadi satu, artinya efisiensi yang cukup besar,” kata legislator asal Yogyakarta tersebut.

Meski demikian, Subardi tetap mengingatkan agar efisiensi struktural di tubuh Angkasa Pura diikuti dengan peningkatan layanan serta pemanfaatan aset yang lebih optimal. Ia mencontohkan pengelolaan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) yang dinilai belum maksimal dan baru dimanfaatkan sekitar 40 persen kapasitasnya.

“Efisiensi penting, tapi jangan hanya soal struktur. Dampaknya harus dirasakan masyarakat melalui layanan yang lebih baik dan pemanfaatan infrastruktur secara optimal,” pungkas Politisi Fraksi NasDem itu. •um/rdn