Legislator Setuju Pemilu Daerah Dipisah: Agar Tak Tenggelam oleh Hiruk-Pikuk Nasional
- Juli 30, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal sebagai langkah positif bagi demokrasi di Indonesia. Ia menyebut, keputusan yang diambil secara bulat oleh seluruh hakim MK tanpa adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) ini dapat memperkuat keterlibatan publik dalam pemilu sekaligus memperkuat otonomi daerah.
“Putusan MK yang sekarang disetujui oleh semua Hakim MK. Tidak ada dissenting opinion. Selama ini proses pengambilan keputusan di MK selalu transparan. Termasuk pendapat setiap Hakim semua dipublikasikan terbuka,” kata Mardani, dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria pada Senin (28/7/2025).
Seperti diketahui, MK memutus permohonan uji materiil UU dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024. MK memutuskan memisahkan pemilu di tingkat nasional dan daerah pada 2029 mendatang. Dalam putusan tersebut pemilu tingkat lokal diadakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Pemilu nasional mencakup pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.
Mardani menilai, pemisahan pemilu nasional dengan pemilu lokal merupakan langkah yang baik untuk meningkatkan partisipasi publik, apalagi selama ini pemilu lokal sering kali tenggelam dalam hiruk-pikuk Pemilu Nasional, terutama dalam konteks Pilpres.
“Ide pemisahan pemilu nasional dengan pemilu lokal bagus. Karena public engagement (terikatan publik) kian kuat. Apalagi selama ini pemilu lokal selalu tenggelam oleh hiruk pikuk pemilu nasional. Pilpres khususnya,” tutur Legislator dari Dapil DKI Jakarta II tersebut.
Selain itu, Mardani juga melihat pemisahan pemilu sebagai upaya untuk memperkuat otonomi daerah. Ia menegaskan bahwa tidak semua kekuasaan harus berpusat di DKI Jakarta semata.
“Pemisahan juga baik untuk penguatan otonomi daerah. Bahwa tidak semua berpusat di Jakarta. Isu daerah bisa lebih dibahas secara detail dan mendalam. Sehingga kekuatan daerah bisa tumbuh,” ungkap Mardani.
Dalam keterangan resminya, ia menyatakan tidak yakin bahwa keputusan MK memisahkan pemilu melanggar konstitusi seperti yang disampaikan oleh sejumlah pihak. Sebab, kata Mardani, para hakim MK tentunya memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang konstitusi.
“Adakah ini melanggar konstitusi? Saya tidak yakin. Mereka (hakim MK) punya pemahaman mendalam tentang konstitusi. Tapi ini bagus jadi diskursus publik. Kita tunggu jawaban hakim MK,” sebut Ketua BKSAP DPR itu.
Lebih jauh, Mardani memastikan komisi II DPR RI akan terus mengikuti perkembangan terkait putusan MK ini. Ia mendorong agar diskursus ini melibatkan lebih banyak pihak dalam rangka menciptakan sistem pemilu yang lebih adil dan efisien di masa depan. Mardani pun menyebut bahwa keputusan akhir akan menjadi konsensus para pihak di DPR bersama Pemerintah.
“Pada akhirnya, semua pihak, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun di Mahkamah Konstitusi, memiliki niat yang sama untuk memajukan demokrasi Indonesia dan memastikan proses demokrasi berjalan dengan lebih baik dan lebih kuat di masa depan,” tutup Mardani.
Pada 26 Juni 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Putusan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 ini berdampak signifikan karena menetapkan pemisahan antara penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu lokal mulai tahun 2029. •uc/aha