Gus Khozin Dorong Optimalisasi GTRA dan TORA: Reforma Agraria Harus Nyata, Bukan Seremonial
- Juli 30, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Ternate – Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menyoroti lemahnya implementasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dan masih minimnya pemahaman publik terhadap program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dalam kunjungan kerja Komisi II di Provinsi Maluku Utara, Senin (28/7/2025). Ia menegaskan bahwa reforma agraria seharusnya bukan sekadar program simbolik, melainkan upaya nyata yang menjangkau masyarakat hingga ke lapisan bawah.
GTRA merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2022, yang bertujuan untuk mempercepat penyelesaian permasalahan agraria dan mendorong keadilan kepemilikan tanah. Secara kelembagaan, Ketua GTRA dipegang secara ex officio oleh kepala daerah, dengan keanggotaan dari unsur ATR/BPN, aparat penegak hukum (kepolisian, TNI), serta organisasi perangkat daerah (OPD).
Namun dalam praktiknya, menurut legislator yang disapa Gus Khozin ini bilang, keberadaan GTRA masih bersifat seremonial dan belum menunjukkan eksistensi substantif di lapangan. “Kalau GTRA ini betul-betul hidup, kita bisa mitigasi konflik sejak dini tanpa menunggu instruksi pusat. Tapi sekarang banyak daerah, GTRA-nya hanya nama,” tegas Gus Khozin.
Ia juga menyoroti masih tingginya ego sektoral antar-lembaga, khususnya antara kepala daerah dengan ATR/BPN. Pola koordinasi yang sifatnya non-instruktif membuat banyak permasalahan pertanahan sulit diselesaikan secara komprehensif. Salah satu contoh konflik yang masih mengambang adalah tumpang tindih antara lahan masyarakat dan kawasan milik TNI AU di Maluku Utara, yang hingga kini belum ada penyelesaian jelas.
“Kita tidak bicara siapa yang lebih berhak, tapi bagaimana negara hadir menyelesaikan. Karena semangat konstitusi kita di Pasal 33 UUD 1945, kekayaan alam itu harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” jelasnya.
Selain GTRA, Gus Khozin juga menekankan pentingnya penguatan program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Ia menjelaskan bahwa TORA mencakup dua skema utama: legalisasi aset dan redistribusi tanah. Legalisasi aset adalah proses sertifikasi tanah milik masyarakat agar memiliki status hukum yang jelas. Sedangkan redistribusi tanah mencakup pembagian tanah negara yang tidak termanfaatkan kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Masih banyak masyarakat kita yang tidak punya rumah tetap, hidup nomaden, atau tidak punya lahan untuk menghidupi keluarganya. TORA ini adalah jawaban negara untuk membuka akses ekonomi dan pekerjaan bagi rakyat,” ujarnya.
Namun demikian, Gus Khozin menyoroti minimnya sosialisasi TORA. Banyak warga belum mengetahui cara mengakses program ini, mulai dari syarat pengajuan, prosedur, hingga jangka waktu proses. Oleh sebab itu, ia mendorong seluruh stakeholder, terutama GTRA di daerah, untuk aktif melakukan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat.
“Sosialisasi TORA harus dimasukkan dalam semua agenda penyuluhan pemerintah, baik itu pertanian, perikanan, maupun UMKM. Ini penting agar rakyat tahu bahwa ada harapan di balik program ini,” tegas legislator dari Fraksi PKB tersebut.
Komisi II DPR RI, lanjut Gus Khozin, akan terus melakukan fungsi pengawasan dan advokasi terhadap permasalahan-permasalahan agraria yang terjadi di berbagai daerah. Ia juga mengapresiasi koordinasi yang mulai dibangun antara Komisi II dengan Kementerian ATR/BPN serta pemerintah daerah.
“Kita ini belum bicara tuntas atau tidak, tapi setidaknya kita sudah mulai. Kita mulai buka simpul-simpul masalahnya, kita dorong kepala daerah intens berkoordinasi dengan Kanwil BPN dan Kantah,” pungkasnya.
Kunjungan kerja Komisi II ke Maluku Utara kali ini juga mencakup agenda pemeriksaan BUMD serta penyelarasan antara GTRA dengan program-program lain di sektor pertanahan dan tata ruang. Sebagaimana diketahui, konflik agraria di Indonesia masih menjadi persoalan serius.
Menurut data KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), selama tahun 2024 terjadi lebih dari 240 kasus konflik agraria yang belum terselesaikan secara tuntas. Komisi II DPR RI berharap kehadiran GTRA dan pelaksanaan program TORA dapat menjadi jalan tengah dalam merespons persoalan agraria secara adil, progresif, dan berpihak pada kepentingan rakyat kecil. •ndy/aha