Rahayu Saraswati: AI Harus Jadi Mitra, Bukan Ancaman bagi Animator Lokal
- Juli 31, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Surakarta — Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati, menegaskan bahwa kehadiran kecerdasan buatan (AI) dalam industri animasi tidak boleh dipandang sebagai ancaman, melainkan peluang untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi produksi. Pernyataan ini disampaikannya dalam kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI ke Studio Animasi Manimonki di Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (26/7/2025).
Rahayu mendorong para pelaku industri kreatif, khususnya animator lokal, untuk bersikap terbuka dan adaptif terhadap perkembangan teknologi, termasuk pemanfaatan AI dalam proses kreatif.
“AI bukan musuh, melainkan mitra. Kita terbuka bahkan terhadap karya yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI, karena kenyataannya, film berbasis AI dari Indonesia sudah mampu meraih penghargaan di ajang internasional seperti Cannes,” ujar Politisi Fraksi Partai Gerindra ini kepada Parlementaria
Namun demikian, ia mengingatkan pentingnya pendekatan yang berimbang agar perkembangan teknologi tidak menyingkirkan peran manusia di balik karya animasi. Menurutnya, AI harus dijadikan alat bantu yang memperkuat potensi kreatif animator, bukan menggantikannya secara total.
“Yang penting adalah bagaimana kita bisa memastikan bahwa para animator tetap mendapat tempat, tetap berkiprah, dan bisa berkolaborasi dengan teknologi. Bukan malah tersingkir karena tidak bisa bersaing dengan mesin,” tegas politisi dari Fraksi Gerindra itu.
Lebih lanjut, Rahayu menyampaikan pentingnya regulasi yang jelas dan inklusif dalam menghadapi perkembangan AI di sektor ekonomi kreatif. Ia mendorong pembahasan lintas komisi dan lintas kementerian guna merancang kerangka hukum yang bisa menjawab tantangan sekaligus melindungi para pekerja kreatif.
“Regulasi soal AI masih belum tersentuh secara komprehensif. Kita butuh payung hukum yang bisa memberikan perlindungan kepada pekerja kreatif, sekaligus memberi kepastian bagi pelaku usaha dan pengembang teknologi,” ungkapnya.
Menurutnya, diskursus tentang AI tak bisa hanya dibahas dari sisi teknologi atau industri saja, tetapi juga harus menyentuh aspek etika, perlindungan karya, dan keberlanjutan tenaga kerja kreatif. Komisi VII, kata Rahayu, siap terlibat aktif dalam mendorong pembahasan regulasi yang holistik dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Ia juga menyoroti perlunya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan akademisi dalam menyusun peta jalan pemanfaatan AI di sektor kreatif. Hal ini penting agar inovasi berbasis teknologi tetap berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
“Jangan sampai kita terjebak pada euforia teknologi tapi lupa pada manusianya. Indonesia harus jadi negara yang memimpin transformasi digital secara inklusif dan berkeadilan, terutama dalam sektor kreatif yang jadi kekuatan bangsa ke depan,” pungkasnya. •uf/rdn