Baleg Pantau UU 19/2013 di Lampung, Telusuri Anjloknya Harga Singkong di Tingkat Petani
- Juli 16, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Bandar Lampung – Badan Legislasi DPR RI mengadakan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Lampung dalam rangka Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Dalam kunjungan tersebut, Baleg DPR RI menelusuri penyebab anjloknya harga singkong yang dikeluhkan para petani. Hal ini dinilai sebagai bentuk nyata dari belum optimalnya perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani di Tanah Air.
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menyatakan bahwa saat ini para petani singkong khususnya di Provinsi Lampung, tengah menghadapi kesulitan akibat harga jual panen yang sangat rendah, dikarenakan banyaknya impor tapioka yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam upaya menelusuri akar persoalan tersebut, pihaknya telah mengantongi sejumlah temuan awal yang akan dibahas lebih lanjut dalam rapat khusus di Baleg.
“Salah satu penyebab utamanya adalah adanya ketidaksesuaian antara data hasil produksi yang dilaporkan dengan hasil produksi yang sesungguhnya. Data yang tidak akurat ini memengaruhi kebijakan impor, khususnya terkait kuota,” ujar Bob Hasan saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Badan Legislasi DPR RI ke Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Senin (14/7/2025).
Tidak hanya terhadap pendataan saja yang kurang akurat, Politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut juga menyoroti dampak lain yang bisa menjadi faktor meskipun banyaknya singkong yang diproduksi oleh para petani tetapi tetap saja masih dianggap kurang.
“Permasalahan kedua yaitu adanya impor tepung tapioka terutama dari Thailand, aktivitas dan produktivitas budidaya singkong yang belum optimal, fluktuasi harga beli singkong yang tidak stabil, dan kualitas (kadar pati) petani singkong. Dampak yang dirasakan oleh petani dengan adanya kendala tersebut diatas antara lain pendapatan menurun drastis, kesulitan menjual hasil panen pada saat pabrik tutup, dan sering terjadi aksi unjuk rasa yang berakibat bentrok dengan petugas aparat,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa pelaporan produksi yang tidak sesuai menyebabkan kuota impor meningkat, sehingga produk impor seperti tapioka dapat masuk ke pasar domestik. Akibatnya, terjadi persaingan antara produk lokal dan impor yang berujung pada jatuhnya harga singkong di tingkat petani.
“Dalam kasus ini, impor tapioka yang masuk ke Indonesia bersaing langsung dengan produk lokal, sehingga harga singkong menjadi sangat murah dan merugikan petani,” terang Bob.
Baleg DPR RI berencana untuk mengundang seluruh pemangku kepentingan, termasuk kementerian terkait, guna melakukan penelusuran menyeluruh terhadap persoalan ini. Koordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya di tingkat gubernur, juga akan dilakukan untuk mendalami data produksi dan distribusi komoditas singkong.
“Semua stakeholder akan kita lakukan penelusuran termasuk kita akan mengundang baik itu dari kementerian terkait.” ucapnya.
Upaya yang dilakukan oleh Badan Legislasi ini merupakan bagian dari langkah legislatif untuk memastikan perlindungan dan pemberdayaan petani, serta sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang yang relevan. •mfn/rdn