Urgensi Indonesia Perlu Miliki Payung Hukum Komprehensif tentang Pengelolaan Ruang Udara
- Juli 14, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Badung — Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR RI Endipat Wijaya menegaskan pentingnya Indonesia memiliki satu payung hukum komprehensif untuk mengelola ruang udara nasional. Hal ini semakin mendesak menyusul proyeksi International Air Transport Association (IATA) bahwa Indonesia akan menjadi pasar penerbangan domestik terbesar keempat di dunia pada tahun 2030.
“Data Kementerian Perhubungan menunjukkan lonjakan jumlah penerbangan dari sekitar 454 ribu menjadi lebih dari 1 juta keberangkatan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan IATA memproyeksikan Indonesia bakal menduduki posisi keempat pasar penerbangan domestik dunia pada 2030,” kata Endipat saat memimpin agenda Kunjungan Kerja Spesifik Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR RI di Lanud I Gusti Ngurah Rai Bali, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (12/7/2025).
Menurutnya, pertumbuhan signifikan sektor penerbangan ini harus diimbangi dengan pengelolaan ruang udara yang tertib dan terintegrasi untuk menjamin keselamatan penerbangan, kepentingan nasional, hingga pertahanan negara. Ia memaparkan selama ini pengaturan ruang udara Indonesia masih tersebar dalam berbagai regulasi sektoral, mulai dari UU Penataan Ruang, UU Wilayah Negara, UU Penerbangan, UU Lingkungan Hidup, hingga UU Pemerintahan Daerah.
“Akibatnya muncul disharmoni antar-kebijakan, tumpang tindih kepentingan sipil dan militer, lemahnya koordinasi penggunaan drone, hingga pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing,” ujarnya.
Karena itu, DPR RI melalui Pansus bersama pemerintah tengah menyiapkan satu aturan payung melalui RUU Pengelolaan Ruang Udara. Ia menegaskan, RUU ini diharapkan mampu mengatur secara terpadu proses perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, hingga pengawasan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah dengan darat, laut, maupun bawah permukaan.
Endipat pun merinci tahapan yang telah dilalui dari RUU Pengelolaan Ruang Udara. Tahap awal, RUU ini diajukan sebagai usul inisiatif pemerintah. Pada 10 September 2024, DPR RI melalui Rapat Paripurna menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas RUU ini. RUU ini juga telah ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2024.
Mengingat kompleksitasnya dari regulasi ini maka dibawa ke Prolegnas Prioritas Tahun 2025 supaya diprioritaskan dalam pembahasannya. Saat ini, Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR RI tengah menjalankan tahap penyerapan aspirasi dengan melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah, termasuk ke Bali, guna menjaring masukan langsung dari pemerintah daerah, asosiasi penerbangan, hingga masyarakat pengguna ruang udara.
“Kami ingin memastikan semua masukan ini dapat diakomodasi dalam norma substantif RUU, agar ketika ditetapkan nanti betul-betul menjawab kebutuhan nasional,” kata Endipat.
Endipat juga menekankan, dalam setiap tahapan pembahasan, DPR berkomitmen menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful public participation). “Ada tiga prasyarat yang harus kami pastikan masyarakat punya hak untuk didengar pendapatnya, hak agar pendapatnya dipertimbangkan, dan hak memperoleh penjelasan atas masukan yang telah mereka sampaikan,” jelasnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap, ketika Indonesia benar-benar menjadi pasar penerbangan domestik terbesar keempat dunia, maka sudah memiliki landasan hukum yang kuat, inklusif, dan adaptif terhadap dinamika industri penerbangan global. “Dengan satu payung hukum ruang udara yang komprehensif, kita tidak hanya menjaga kedaulatan dan keselamatan penerbangan, tapi juga memberikan kepastian hukum bagi semua pemangku kepentingan,” pungkas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini. •um,blf/rdn