14 July 2025
Kesejahteraan Rakyat

Komisi VIII Minta Perjelas Status Guru dan Kontrak P3K di Sekolah Rakyat

  • Juli 14, 2025
  • 0

Anggota Komisi VIII DPR RI Haeny Relawati Rini Widyastuti saat mengikuti kunjungan spesifik Komisi VIII DPR RI ke Bekasi, Jawa Barat (11/07/2025). Foto: Ulfi/vel.
Anggota Komisi VIII DPR RI Haeny Relawati Rini Widyastuti saat mengikuti kunjungan spesifik Komisi VIII DPR RI ke Bekasi, Jawa Barat (11/07/2025). Foto: Ulfi/vel.


PARLEMENTARIA, Bekasi — 
Sebuah inisiatif Kementerian Sosial untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan berasrama bernama Sekolah Rakyat. Namun demikian, Komisi VIII DPR RI menyoroti ketidakjelasan status tenaga pendidik dan kependidikan dalam program Sekolah Rakyat.

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil wawancara langsung di lapangan, calon kepala sekolah Sekolah Rakyat berasal dari ASN pemerintah daerah, namun belum ada kejelasan tertulis terkait penempatan mereka secara faktual di bawah kementerian pusat.

“Meski disebut akan dipindah ke pusat, hingga saat ini mereka belum menerima SK tertulis. Padahal, hal ini melibatkan instansi negara lain seperti BKN dan KemenPAN-RB. Ini yang sejak awal sudah saya ingatkan kepada Kementerian Sosial,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI Haeny Relawati Rini Widyastuti dalam keterangannya kepada Parlementaria usai kunjungan spesifik Komisi VIII DPR RI ke Bekasi, Jawa Barat (11/07/2025).

Lebih lanjut, Ia menyoroti bahwa tenaga pendidik dan kependidikan di luar kepala sekolah ternyata berasal dari tenaga P3K, yang direkrut langsung oleh Kementerian Sosial. Ia mempertanyakan keberlanjutan status mereka mengingat belum ada kejelasan penganggaran jangka panjang di dalam RAPBN 2026.

“Jika kontrak P3K dengan Kementerian Sosial hanya untuk satu tahun, bagaimana kelanjutannya? Apakah akan diperpanjang atau dialihkan? Ini penting untuk keberlangsungan Sekolah Rakyat,” tegasnya.

Legislator dapil Jawa Timur IX, juga mengusulkan agar dalam sistem pendidikan berasrama seperti Sekolah Rakyat, dibutuhkan “pamong”, sebagaimana yang diterapkan di sekolah-sekolah seperti Taruna Nusantara. Menurutnya, Kementerian Sosial memiliki keunggulan dalam pengelolaan pamong karena pengalaman panjang dalam rehabilitasi sosial.

“Kalau sekolah umum tak terbiasa dengan sistem asrama, Kementerian Sosial justru unggul. Mereka punya SDM dan pengalaman yang cukup, bahkan bisa memanfaatkan tenaga dari 27 UPT Sentra di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Ia juga mencatat bahwa desain fisik sekolah rakyat di Sentra Bekasi sudah 80 persen menyerupai blueprint Kementerian Sosial yang dirancang bersama Kementerian PUPR, yang artinya program ini bisa berjalan dengan lebih efisien secara anggaran dan tepat guna.

Dalam kesempatan tersebut, Komisi VIII DPR RI juga menyinggung soal ketersediaan lahan sebagai tantangan terbesar dalam ekspansi Sekolah Rakyat ke seluruh kabupaten/kota seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo.

Ia mendorong agar aset-aset milik pemerintah provinsi yang belum dimanfaatkan dapat dialihfungsikan untuk mendukung Sekolah Rakyat, mengingat pemerintah kabupaten/kota tidak lagi memiliki kewenangan atas pendidikan tingkat menengah atas ke atas.

“Saya pernah sampaikan, daripada cari lahan baru, lebih baik kita manfaatkan aset provinsi yang idle. Pemerintah provinsi bisa membantu mempercepat realisasi program ini,” ujar politisi Fraksi Partai Golkar.

Dengan berjalannya program sekolah rakyat ini, Haeny menekankan bahwa pengembangan Sekolah Rakyat tidak boleh hanya fokus pada target kuantitatif seperti jumlah sekolah atau siswa, melainkan juga harus memastikan kualitas manajemen, status hukum tenaga pengajar, dan kesiapan kurikulum.

“Kalau kita mau mewujudkan cita-cita besar Presiden Prabowo melalui Sekolah Rakyat, maka tenaga pendidikan, kurikulum, dan tata kelola kelembagaan harus beres sejak awal,” pungkasnya. •upi/rdn

EMedia DPR RI