11 July 2025
Politik dan Keamanan

Komisi III Bahas RUU KUHAP di Tingkat Panja, 1.676 DIM Difokuskan Berdasar Klaster

  • Juli 10, 2025
  • 0

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, saat memimpin jalannya rapat panja di Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/7/2025). Foto: Dep/vel.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, saat memimpin jalannya rapat panja di Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/7/2025). Foto: Dep/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 — Komisi III DPR RI resmi memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di tingkat panitia kerja (panja). Pembahasan ini merupakan tindak lanjut dari keputusan rapat kerja Komisi III dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Sekretariat Negara.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, yang memimpin jalannya rapat panja di Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/7/2025), menyampaikan bahwa pemerintah telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) kepada DPR untuk segera dibahas.

“Berdasarkan keputusan rapat kerja antara Komisi III dengan Kemenkumham dan Kemensesneg, pembahasan RUU KUHAP dilakukan di tingkat panja,” ujar Habiburokhman.

Dari total 1.676 DIM yang disampaikan, sebanyak: 295 DIM bersifat redaksional, 68 DIM diubah, 91 DIM dihapus, dan 131 DIM merupakan substansi baru.

Rapat panja kali ini difokuskan pada pembahasan DIM substansi, yang telah dikelompokkan berdasarkan klaster oleh tim sekretariat Komisi III.

“Kami dari tim sekretariat sudah membuat satu klaster yang terdiri dari pasal-pasal yang menurut kami perlu lebih dahulu disahkan karena ini jantungnya. Kalau ini selesai, kerja berikutnya lebih gampang,” jelas politisi dari Partai Gerindra tersebut.

Substansi RUU KUHAP

RUU KUHAP yang terdiri dari 334 pasal ini membawa 10 substansi pokok pembaruan hukum acara pidana yang signifikan, antara lain:

  1. Penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru seperti pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
  2. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, guna menjamin keadilan dalam proses hukum.
  3. Penguatan peran advokat, sebagai bagian penting dari prinsip kesetaraan di muka hukum.
  4. Perlindungan terhadap perempuan, penyandang disabilitas, dan lanjut usia dalam proses hukum.
  5. Perbaikan mekanisme upaya paksa dan pelaksanaan kewenangan yang efisien dan akuntabel dengan berlandaskan prinsip HAM.
  6. Pengaturan upaya hukum yang lebih komprehensif.
  7. Penguatan asas hukum acara pidana berbasis HAM, termasuk prinsip check and balances.
  8. Penyesuaian dengan hukum internasional, seperti Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) serta regulasi nasional terkait HAM dan perlindungan saksi/korban.
  9. Modernisasi hukum acara pidana melalui pemanfaatan teknologi informasi yang cepat, sederhana, dan transparan.
  10. Revitalisasi hubungan antara penyidik dan penuntut umum agar koordinasi berjalan lebih setara dan efektif.

RUU KUHAP merupakan salah satu prioritas legislasi nasional (Prolegnas) 2025. Sejak terakhir kali diubah pada tahun 1981 (UU No. 8 Tahun 1981), KUHAP belum mengalami revisi menyeluruh, meskipun banyak kritik dari akademisi dan praktisi hukum mengenai kekakuan serta minimnya perlindungan terhadap hak asasi dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 2024 mencatat bahwa 73% pengaduan pelanggaran HAM di sektor peradilan berakar dari proses penegakan hukum yang tidak transparan dan tidak akuntabel. Oleh sebab itu, pembaruan KUHAP dianggap krusial untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Dengan dimulainya pembahasan DIM secara intensif, Komisi III menargetkan agar RUU KUHAP dapat dibawa ke tingkat pembicaraan II atau pengesahan di paripurna sebelum masa sidang ketiga tahun 2026. •ssb/aha

EMedia DPR RI