11 July 2025
Politik dan Keamanan

Tambahan Anggaran Kemenlu, Diplomasi RI Harus “Menggigit” di Tengah Dinamika Global

  • Juli 9, 2025
  • 0

Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin saat saat rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menlu di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). Foto: ata/vel.
Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin saat saat rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menlu di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). Foto: ata/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin menekankan pentingnya dukungan anggaran yang proporsional terhadap beban kerja dan tanggung jawab besar yang diemban Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam diplomasi internasional di tengah situasi geopolitik. Saat ini, Indonesia memiliki 132 perwakilan di seluruh dunia, namun dengan anggaran yang dianggap masih jauh dari memadai.

“Kalau saya melihat dari logikanya, kita ini punya 132 perwakilan di dunia internasional. Dengan anggaran Rp11 triliun, rasanya itu sangat minim dibandingkan mitra kerja kita yang lain. Bahkan Kominfo (Komdigi) saja bisa mengusulkan anggaran hingga Rp20 triliun,” ujar Nurul saat rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menlu di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Ia mempertanyakan proses penyusunan pagu indikatif yang awalnya diusulkan sebesar Rp16,8 triliun namun dikoreksi turun menjadi Rp7,9 triliun. Kemenlu kemudian mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp4,64 triliun sehingga totalnya menjadi sekitar Rp12 triliun. Menurutnya, besaran ini masih belum sebanding dengan peran strategis Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi global.

“Di tengah dunia yang sedang gaduh saat ini, Kemenlu kita perlu banyak support agar tidak tertinggal langkah dari negara-negara lain dalam diplomasi, lobi-lobi politik, dan persaingan investasi serta perdagangan,” tegas Nurul.

Lebih lanjut, Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut kembali menyoroti minimnya anggaran yang dialokasikan untuk diplomasi multilateral. Ia mengungkapkan bahwa anggaran untuk kepemimpinan Indonesia dalam kerja sama multilateral hanya sekitar Rp4,3 miliar, sementara untuk diplomasi dan kerja sama internasional sekitar Rp1 triliun.

“Dengan jumlah sebesar itu, apakah cukup untuk memastikan wibawa Indonesia tetap tegak dalam berbagai forum internasional? Terutama saat kita berperan sebagai anggota di begitu banyak organisasi internasional,” tanyanya.

Nurul juga menyampaikan keprihatinannya atas keterbatasan aset fisik milik negara di luar negeri. Dari total 132 perwakilan Indonesia, hanya sekitar 33 yang memiliki gedung dan wisma milik sendiri, sementara sisanya masih menyewa.

“Pertanyaan saya, kapan terakhir negara membeli properti untuk perwakilan kita? Jangan sampai cerita-cerita heroik hanya dari zaman Bung Karno atau Job Ave. Apakah di masa pemerintahan saat ini ada pembelian aset baru? Karena ini menyangkut wajah bangsa,” ujarnya.

Menutup penyampaiannya, Nurul berharap pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan memiliki kesadaran kolektif untuk memperkuat peran Kemenlu, tidak hanya secara diplomatik, tetapi juga secara institusional melalui penyediaan anggaran dan fasilitas yang memadai. •pun/aha

EMedia DPR RI