10 July 2025
Kesejahteraan Rakyat

Sekolah Swasta Berperan Strategis, Implementasi Putusan MK Butuh Pendekatan Realistis

  • Juli 8, 2025
  • 0

Anggota BAM DPR RI Totok Hedi Santosa saat serap aspirasi BAM DPR RI dengan Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) dan seluruh Kepala Dinas Kabupaten/Kota se-Provinsi D.I.Y, di Kota Yogyakarta, Senin (7/7/2025). Foto : Tasya/Andri.
Anggota BAM DPR RI Totok Hedi Santosa saat serap aspirasi BAM DPR RI dengan Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) dan seluruh Kepala Dinas Kabupaten/Kota se-Provinsi D.I.Y, di Kota Yogyakarta, Senin (7/7/2025). Foto : Tasya/Andri.


PARLEMENTARIA, Yogyakarta
 — Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan penting yakni negara wajib menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah secara gratis bagi seluruh warga negara, termasuk yang mengenyam pendidikan di sekolah swasta.

Namun, implementasi di lapangan tidak sesederhana itu. Anggota BAM DPR RI Totok Hedi Santosa menjelaskan bahwa hasil dialog langsung dengan Pemerintah Provinsi IY dan para pemangku kepentingan pendidikan terungkap berbagai tantangan, terutama terkait dengan posisi sekolah swasta dalam sistem pendidikan dasar.

“Sekolahan swasta ya, di mana mereka ini untuk pendidikan dasar di Jogja itu ternyata menjadi tumpuan, bukan tumpuan tentang tidak adanya sekolahan negeri, tetapi punya ekspektasi pendidikan dasar itu harus sangat bagus. Sehingga swasta itu juga atas biaya dari masyarakat, itu juga membiayai agar pendidikan dasarnya itu benar-benar bagus,” terang Totok kepada Parlementaria usai serap aspirasi BAM DPR RI dengan Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) dan seluruh Kepala Dinas Kabupaten/Kota se-Provinsi D.I.Y, di Kota Yogyakarta, Senin (7/7/2025).

Menurutnya, jika kebijakan pendidikan gratis diterapkan secara seragam tanpa memetakan karakteristik masing-masing sekolah, hal itu bisa berdampak langsung pada kualitas layanan pendidikan. Ia mencontohkan salah satu sekolah dasar swasta di Kota Yogyakarta yang menyampaikan kebutuhan operasional hingga Rp28 miliar per tahun. Jika pembiayaan tersebut tidak dikompensasi oleh negara secara penuh, sekolah terancam kehilangan kualitas dan bahkan kepercayaan dari masyarakat.

“Misalnya tadi ada SD Muhammadiyah Sapen itu, Bapak Kepala Sekolahnya kan ngomong, kami tiap tahun membutuhkan dana hampir Rp28 miliar. Jika itu memang mau diberi oleh pemerintah ya akan dijalankan dan melakukan sekolahan gratis sebagaimana keputusan mahkamah konstitusi, tetapi kalau tidak itu masyarakat akan meninggalkan mereka,” tegas wakil rakyat dari Dapil DIY ini.

Pihaknya juga menegaskan bahwa Pemda DIY tidak dalam posisi menolak kebijakan tersebut. Justru, Pemda disebutnya siap menjalankan Putusan MK, selama ada penyesuaian kebijakan fiskal yang mendukung implementasi di tingkat daerah. Namun yang menjadi persoalan, alokasi APBD maupun APBN tidak dirancang untuk menopang biaya operasional sekolah swasta dalam skala besar.

“Saya kira mereka bukan resistan, tetapi berharap jika ini mau dijalankan dengan serius, itu maka harus disesuaikan juga dengan kebutuhan para penyelenggara pendidikan dasar yang sudah teruji selama ini. Jadi kalau nanti mutunya justru turun, ini kan jadi persoalan pendidikan lagi kurang lebih seperti itu” jelasnya.

Legislator Fraksi PDI-Perjuangan ini menekankan bahwa Putusan MK memang harus ditindaklanjuti. Namun, pihaknya tetap meminta agar pemerintah pusat dan daerah bersinergi untuk memastikan kebijakan ini nantinya dijalankan dengan menyelesaikan persoalan di daerah.

“Sekali lagi pesan utamanya adalah silakan dijalankan keputusan mahkamah konstitusi, tetapi cara mengoperasikannya harus sesuai dengan persoalan-persoalan yang ada di sekolah tersebut,” pungkasnya. •nap/rdn

EMedia DPR RI