Sri Meliyana Dorong Penguatan Majelis Disiplin Profesi Tangani Dugaan Malpraktik
- Juli 3, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Sri Meliyana menilai otonomi dan independensi merupakan kekuatan utama Majelis Disiplin Profesi (MDP) dalam menyelesaikan berbagai kasus di sektor pelayanan kesehatan, termasuk dugaan malpraktik. Namun, menurutnya, MDP masih perlu diperkuat agar mampu membuka diri, membangun ruang komunikasi, serta melibatkan sebanyak mungkin organisasi profesi.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan RI serta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Majelis Disiplin Profesi (MDP), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), di Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025). Rapat tersebut membahas penyelesaian dugaan malpraktik di fasilitas pelayanan kesehatan.
“Nah mudah-mudahan dengan keterbukaan kita pada rapat ini dapat memperlancar segala sesuatu sehingga dugaan-dugaan malpraktik itu dapat kita atasi sebagaimana mestinya. Melindungi masyarakat dan melindungi Named (tenaga medis) dan Nakes (tenaga kesehatan),” ujarnya.
Diketahui, MDP merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk menegakkan disiplin dan etika profesi tenaga medis (Named) dan tenaga kesehatan (Nakes). Lembaga ini bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidaknya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh tenaga medis dan kesehatan dalam praktiknya. Tugas dan kewenangan MDP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023.
Lebih lanjut, Sri Meliyana menjelaskan secara singkat bahwa kerja MDP dimulai dari menerima pengaduan hingga memberikan rekomendasi. “Rekomendasi bapak berefek besar terhadap penyelesaian masalah-masalah ini,” katanya.
Maka dari itu, menurutnya, struktur kelembagaan yang mumpuni sangat diperlukan guna memperkuat kerja MDP. Ia menekankan pentingnya koordinasi dengan berbagai pihak agar pendampingan hukum terhadap dokter dapat berjalan maksimal.
“Dokter yang menghadapi sidang disiplin harus diberi akses terhadap bantuan hukum. Organisasi profesi harus dilibatkan dalam seluruh proses penyelesaian,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sri juga mempertanyakan kapasitas MDP pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Menurutnya, banyaknya aduan yang masuk ke Komisi IX DPR RI terkait kasus pelayanan kesehatan menjadi indikator bahwa kehadiran MDP belum memberi dampak signifikan di masyarakat.
“Jadi kalau ini bisa lancar, cepat, dan akses dari semua organisasi profesi ini ke MDP mudah, saya yakin Komisi IX tidak akan didatangi oleh pihak-pihak yang mengadukan masalah yang seharusnya bisa diselesaikan oleh MDP,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, ia kembali menekankan perlunya penguatan MDP di segala aspek. Ia berharap keterbukaan dalam forum ini menjadi awal dari perbaikan sistem penyelesaian kasus di sektor kesehatan.
“Keterbukaan untuk bekerjasama dengan semua organisasi profesi. Kemudian mudah dijangkau, seperti harapan kita semua masyarakat mudah menjangkau akses kesehatan, maka seperti itu juga harapan organisasi profesi untuk mudah menjangkau MDP menyelesaikan kasus-kasus yang secara langsung dialami oleh Nakes dan Named di lapangan. Jadi tadi statement pembelaan terhadap masyarakat sama kuatnya dengan pembelaan terhadap Nakes dan Named,” tutupnya. •hal/aha