Transportasi Mahal Jadi Kendala Pengembangan Pariwisata Maluku
- Juni 13, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Ambon — Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menilai bahwa potensi wisata dan ekonomi Maluku masih belum tergarap maksimal hingga kini karena tingginya biaya akses transportasi. Padahal, Maluku memiliki kekayaan alam dan budaya yang sangat beragam, mulai dari destinasi wisata bahari, kuliner khas daerah, hingga potensi industri perikanan yang besar.
“Kalau tiket pesawat ke Maluku mahal, bagaimana wisatawan mau datang? Padahal sektor pariwisata bisa menjadi sumber pendapatan daerah yang signifikan. Maka, biaya transportasi menjadi persoalan yang harus segera dicarikan solusinya,” ujarnya usai Kunjungan Kerja Komisi VII di Ambon, Rabu (11/6/2025).
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa tingginya harga tiket pesawat tidak hanya terjadi di Maluku, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia. Ia menilai, kondisi ini dipicu oleh berbagai faktor teknis seperti harga avtur, biaya penggunaan terminal bandara, hingga tarif parkir pesawat yang tinggi.
“Kami sedang mengkoordinasikan dengan berbagai pihak, termasuk maskapai penerbangan, pengelola bandara, hingga Kementerian Perhubungan agar ada formulasi yang dapat menekan ongkos transportasi udara ini,” tambahnya.
Isu transportasi itu pun menurutnya juga sudah menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Maka dari itu, pemerintah kini tengah mendorong agar maskapai memberikan harga tiket yang lebih terjangkau demi mendorong pertumbuhan sektor pariwisata nasional.
“Presiden Prabowo sudah menegaskan agar maskapai diberikan kemudahan sehingga harga tiket pesawat bisa dijangkau masyarakat. Karena kalau tiket tetap mahal, sektor pariwisata kita tidak akan optimal,” jelasnya.
Selain persoalan transportasi, Lamot mengungkapkan bahwa Komisi VII mendorong penguatan sektor ekonomi kreatif dan pengembangan potensi kuliner lokal Maluku sebagai bagian dari strategi soft power daerah. Maluku dinilai memiliki kekayaan kuliner yang khas, namun belum sepenuhnya dikelola sebagai daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara.
“Kalau kita ke Jepang, kita tahu mau cari makanan khas apa. Di Maluku sebenarnya banyak makanan tradisional yang memiliki keunikan, tapi belum dikembangkan secara serius. Ini potensi ekonomi yang juga harus digarap,” kata politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Dalam pertemuan tersebut, Lamhot juga menyoroti pentingnya mendorong hilirisasi industri perikanan di Maluku. Ia mengungkapkan bahwa selama ini, hasil laut Maluku masih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah tanpa ada pengolahan di daerah.
Maka dari itu, ia berharap ke depannya, ada percepatan pembangunan industri pengolahan ikan di Maluku agar nilai tambah bisa dinikmati masyarakat setempat.
“Kami ingin paradigma Jawa-sentris dalam pembangunan harus diubah. Pemerataan pembangunan di 38 provinsi, termasuk Maluku, menjadi prioritas. Pemerintah pusat bersama DPR harus hadir untuk mendorong tumbuhnya investasi, industri, pariwisata, dan ekonomi kreatif di sini,” pungkasnya.
Melalui kunjungan kerja ini, Komisi VII berkomitmen untuk terus memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada percepatan pembangunan daerah-daerah di luar Pulau Jawa, termasuk Maluku, demi menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan merata di seluruh Indonesia. •hal/aha