29 May 2025
Kesejahteraan Rakyat

BAM Soroti Celah Regulasi dalam Penanganan Konten Penyimpangan Seksual di Ranah Digital

  • Mei 28, 2025
  • 0

Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM )DPR RI, Netty Prasetiyani saat diskusi terpumpun bertajuk Darurat Etika dan Moralitas di Era Digital di Tangerang Selatan, Banten pada Senin (26/5/2025). Foto: Ucha/vel.
Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM )DPR RI, Netty Prasetiyani saat diskusi terpumpun bertajuk Darurat Etika dan Moralitas di Era Digital di Tangerang Selatan, Banten pada Senin (26/5/2025). Foto: Ucha/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM )DPR RI, Netty Prasetiyani menyoroti potensi adanya celah hukum dalam pencegahan dan penanganan konten penyimpangan seksual di ranah digital. Hal ini disampaikannya di sela diskusi terpumpun bertajuk “Darurat Etika dan Moralitas di Era Digital” yang diselenggarakan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Tangerang Selatan, Banten pada Senin (26/5/2025).

“Nah kita berharap jika kementerian dan lembaga ini melihat ‘ternyata masih ada loophole” ujar politisi Fraksi PKS ini saat ditemui Parlementaria di sela diskusi.

Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan sejumlah kementerian dan lembaga serta akademisi ini merupakan respon BAM atas fenomena konten digital dan komunitas penyimpangan seksual yang sempat menggemparkan beberapa saat lalu. Melalui diskusi ini, Netty menyampaikan bahwa BAM DPR RI tidak sekadar berupaya menangkap fenomena yang ada tetapi juga menggali rekomendasi kebijakan dari berbagai pihak termasuk akademisi dan lembaga yang memiliki kewenangan. 

“Loophole yang kita maksud tentu saja ‘apakah ada regulasi yang perlu kita perkuat?’ karena kita punya Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kita punya Undang-undang Perlindungan Anak, kita punya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kita punya undang-undang ITE. Nah kira-kira apa yang perlu diperkuat?,” jelasnya.

Indonesia telah memiliki sejumlah regulasi yang mengatur penyebaran konten seksual menyimpang maupun kejahatan seksual secara umum. Beberapa di antaranya adalah UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), UU ITE yang telah diperbarui melalui UU Nomor 1 Tahun 2024, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Apakah kemudian norma-norma klausul yang ada di undang-undang KUHP juga perlu diperkuat?” lanjut Netty

Ia pun mengungkapkan kekhawatirannya bahwa fenomena seperti grup media sosial bertema incest hanya merupakan puncak dari gunung es. Menurutnya, sangat mungkin masih banyak kasus serupa yang tidak terdeteksi publik karena tidak dilaporkan atau tidak muncul di kanal-kanal media sosial secara terbuka.

Menutup pernyataannya, Netty berharap bahwa diskusi terpumpun ini dapat menghasilkan catatan dan rekomendasi untuk menghadapi maraknya penyimpangan seksual di ruang digital. Netty yang juga anggota Komisi IX DPR RI ini menjelaskan bahwa hasil diskusi yang diinisiasi BAM ini nantinya akan menjadi rekomendasi untuk dibahas ke tingkat lanjut di komisi-komisi sesuai dengan mitra terkait. •uc/aha

EMedia DPR RI