29 May 2025
Kesejahteraan Rakyat

Bahas Maraknya Penyimpangan Seksual di Medsos, BAM Gelar Diskusi Lintas Sektor

  • Mei 27, 2025
  • 0

Ketua BAM DPR RI, Netty Prasetiyani, saat Focus Group Discussion (FGD) di Tangerang, Selatan, Banten, Senin (26/5/2025). Foto: Ucha/vel.
Ketua BAM DPR RI, Netty Prasetiyani, saat Focus Group Discussion (FGD) di Tangerang, Selatan, Banten, Senin (26/5/2025). Foto: Ucha/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Darurat Etika dan Moralitas di Era Digital: Membangun Kebijakan Responsif atas Meningkatnya Konten Penyimpangan Seksual di Media Sosial”. Diskusi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan atas makin maraknya konten penyimpangan seksual yang beredar di media sosial, terutama yang melibatkan anak di bawah umur.

Pemantik diskusi ini adalah temuan grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah”, yang diketahui memuat konten fantasi seksual bertema incest terhadap anggota keluarga kandung, termasuk terhadap anak-anak. Grup dengan ribuan anggota ini menjadi representasi nyata penyalahgunaan ruang digital untuk menyebarluaskan perilaku menyimpang yang dapat berujung pada kejahatan seksual.

Ketua BAM DPR RI, Netty Prasetiyani, menyebutkan bahwa penyelenggaraan diskusi ini merupakan respons atas keresahan yang dirasakan masyarakat. “Ini bentuk keprihatinan dari Badan Aspirasi Masyarakat yang hari ini menangkap keresahan bahwa ada sejumlah orang yang berkumpul dalam sebuah akun yang dari namanya saja sudah membuat kita bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sedang terjadi,” ungkap Netty di sela diskusi terpumpun yang diselenggarakan di Tangerang, Selatan, Banten, Senin (26/5/2025).

Diskusi ini difokuskan pada tiga aspek utama: perlindungan anak dan keluarga, penguatan regulasi dan mekanisme pengawasan ruang digital, serta strategi membangun ketahanan sosial, budaya, dan moralitas publik. Politisi Fraksi PKS itu menekankan bahwa fenomena penyimpangan seksual ini tidak hanya mencerminkan masalah individu, tetapi juga memperlihatkan adanya krisis fungsi keluarga dan lingkungan.

“Sepintas saya melihat bahwa di sini ada satu ketidakmampuan dari fungsi keluarga yang seharusnya bisa menanamkan tentang definisi kesehatan reproduksi, kemudian juga pelindungan dan fungsi cinta kasih,” tegasnya.

Namun demikian, Netty menekankan bahwa tanggung jawab dalam membangun ketahanan moral dan etika di era digital tidak dapat dibebankan hanya kepada keluarga. Ia menggarisbawahi bahwa dalam perspektif sosiologis, keluarga juga dipengaruhi oleh lingkaran sosial yang lebih luas, seperti lingkungan pergaulan, masyarakat, organisasi, dan institusi lainnya.

“Nah tentu saja tidak cukup hanya keluarga karena kita menyadari sepenuhnya. Ada sebuah teori yang mengatakan keluarga ini juga dipengaruhi oleh lingkaran besar berikutnya yaitu lingkungan pergaulan, masyarakat organisasi dan lain-lain,” lanjut Netty yang juga anggota Komisi IX DPR RI itu.

Karena itu, ia menilai perlu adanya keterlibatan aktif dari institusi pendidikan, lembaga keagamaan, serta tokoh-tokoh agama dalam proses edukasi dan pencegahan. Selain itu, Netty juga menyoroti peran vital pemangku kepentingan yang memiliki otoritas dalam pengawasan konten digital seperti Kementerian Komunikasi dan Digital. 

“Kami juga melibatkan lingkaran yang paling besar berikutnya yaitu pemangku kepentingan yang punya kewenangan untuk bisa menertibkan konten-konten yang berbau pornografi, konten-konten yang merusak mentalitas masyarakat yaitu Kementerian Komunikasi dan Digital,” tuturnya.

Hadir dalam diskusi ini perwakilan dari sejumlah kementerian/lembaga antara lain Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Kementerian Agama, Kementerian Komunikasi dan Digital RI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Terlibat juga perwakilan Komisi Perlindungan Anak serta Pakar Sosiologi dari Universitas Indonesia. •uc/aha

EMedia DPR RI