19 May 2025
Politik dan Keamanan

Rikwanto Pertanyakan Kasus Toko Mama Banjar Hingga Dibawa ke Pengadilan: Kita Tidak Sensitif!

  • Mei 19, 2025
  • 0

Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto saat Rapat Kerja dengan Menteri UMKM, Kapolda Kalsel, Kajati Kalsel, dan Kuasa Hukum Firli, di Ruang Rapat Kerja Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/5/2025). Foto: Runi/vel.
Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto saat Rapat Kerja dengan Menteri UMKM, Kapolda Kalsel, Kajati Kalsel, dan Kuasa Hukum Firli, di Ruang Rapat Kerja Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/5/2025). Foto: Runi/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto menyoroti kasus Toko Mama Banjar yang baru-baru ini terjadi di Kalimantan Selatan. Menurutnya, kasus tersebut tidak perlu sampai dibawa ke tingkat pengadilan oleh pihak Sub-Direktorat Industri Perdagangan dan Investasi (Indagsi) Ditkrimsus Polda Kalsel, dengan menggunakan Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ia menekankan pihak kepolisian sudah benar menggunakan UU Perlindungan Konsumen juga UU Pangan yang bersifat lex specialist. Mulai dari proses penyidikan sampai ke tingkat peradilan.

“Semuanya benar. Saya tidak bela siapa-siapa karena memang sudah disampaikan semua. Benar semuanya. Cuma, kenapa mesti sampai di tingkat pengadilan? Kenapa mesti masalah ini sampai proses pidana? Itu saja.  Saya merasa kita semua ini kurang sensitif ya di masyarakat,” ujar Rikwanto saat Komisi III DPR RI melakukan Rapat Kerja dengan Menteri UMKM, Kapolda Kalsel, Kajati Kalsel, dan Kuasa Hukum Firli, di Ruang Rapat Kerja Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Ia menekankan, saat ini kondisi ekonomi Indonesia dan banyak negara lainnya sedang mengalami kesulitan, terutama dari sisi pemulihan ekonomi. Karena itu, pemerintah, legislatif, dan masyarakat lainnya terus berjuang agar dapat mengembalikan kehidupan ekonomi rakyat. Bahkan, tegasnya, pemerintah belum bergerak, tetapi sering kali rakyat sudah bergerak duluan untuk menghidupi dirinya sendiri, dengan modal dan keyakinannya sendiri.

“Seperti UMKM ini, ampai yang kelas besar. (1:55) Kita hanya tinggal melihat. Senang Kalau undang-undang ini diterapkan secara apa adanya, saklek tadi, UU Perlindungan Konsumen dan UU Pangan, lalu masuk ke pasar tradisional, besok gak ada yang jualan! Hilang semuanya,” ujar Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

PERLUNYA KEBIJAKSANAAN

Karena itu ia menekankan perlu adanya kebijaksanaan dari para penegak hukum dan pengambil kebijakan. Sebab, di masyarakat, khususnya di pasar tradisional, ada semacam kode tahu sama tahu.

Kalau kue basah itu tahannya satu hari.  Kalau besok dijual, basi. Kalaupun dibeli gak dimakan besok gak usah dimakan lagi. Nah istilah-istilah yang tahu sama tahu itu, pengetahuan mendasar di masyarakat itu juga harus kita miliki. Ikan asin itu berapa sih kadaluarsanya? Sebulan, dua bulan, setahun, tiga tahun? Tergantung penyimpanannya juga sih. Tapi tahu sama tahu, (kalau) ini (ikan asin) udah tengik ini. Ini gak bagus ini,” ujar mantan Kapolda Kalimantan Tengah ini.

Kasus ini bermula saat salah seorang konsumen menemukan sejumlah produk yang tidak mencantumkan label kedaluwarsa yang dijual di Toko Mama Khas Banjar. Temuan itu lantas dilaporkan ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalsel pada 6 Desember 2024.

Mendapat laporan dari konsumen, petugas Ditkrimsus Polda Kalsel lantas memanggil Firli sebagai pemilik toko. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan oleh penyidik, Firli segera ditetapkan sebagai tersangka. Penahanan pun dilakukan. •rdn

EMedia DPR RI