19 May 2025
Politik dan Keamanan

DPR RI: UU Kesehatan Tak Langgar Prinsip Kebebasan Berserikat Organisasi Profesi Tenaga Medis

  • Mei 19, 2025
  • 0

Tim Kuasa Hukum DPR RI, I Wayan Sudirta, saat sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (16/5/2025). Foto: Geraldi/vel.
Tim Kuasa Hukum DPR RI, I Wayan Sudirta, saat sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (16/5/2025). Foto: Geraldi/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Tim Kuasa Hukum DPR RI, I Wayan Sudirta, menyampaikan pandangan DPR terhadap sejumlah pasal yang dipersoalkan pemohon, khususnya terkait pengaturan organisasi profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Salah satu sorotan utama yang disampaikan adalah Pasal 311 ayat (1) UU Kesehatan yang dinilai oleh pemohon berpotensi menghapus keberadaan organisasi profesi dalam satu wadah tunggal. Menanggapi hal tersebut, I Wayan Sudirta menegaskan bahwa penggunaan frasa “dapat” dalam ketentuan tersebut tidak serta merta menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Dalam konteks perancangan perundang-undangan, kata ‘dapat’ lazim digunakan untuk memberikan fleksibilitas, bukan sebagai norma yang bersifat wajib atau memaksa. Ini menunjukkan bahwa UU Kesehatan memberikan ruang pilihan, bukan paksaan,” ujar Wayan Sudirta dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Ia juga menegaskan bahwa apabila tenaga medis dan tenaga kesehatan diwajibkan hanya bergabung dalam satu organisasi profesi, seperti yang dikehendaki para pemohon, justru akan bertentangan dengan prinsip kebebasan berserikat yang telah dijamin dalam UUD 1945.

Lebih lanjut, Wayan menjelaskan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kesehatan merupakan tanggung jawab negara, bukan semata-mata dibebankan kepada organisasi profesi. Oleh karena itu, keberadaan lebih dari satu organisasi profesi tetap sah dan tidak melanggar prinsip konstitusional.

Dalam tanggapannya, Anggota Komisi III DPR RI ini juga merespons argumentasi hukum para pemohon yang merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XV/2017 terkait Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013. Ia menyatakan bahwa pertimbangan dalam putusan tersebut tidak dapat dijadikan acuan untuk menilai konstitusionalitas UU Kesehatan yang baru, mengingat telah terjadi perubahan mendasar dalam sistem kesehatan nasional, termasuk dalam pengaturan organisasi profesi dan kedudukan kolegium.

“Dengan berlakunya UU Kesehatan yang baru, sistem kesehatan nasional telah mengalami transformasi. Organisasi profesi dan kolegium tidak lagi berada dalam kerangka yang sama seperti yang diatur dalam UU sebelumnya,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini. •pun/rdn

EMedia DPR RI