Integrasikan Pengetahuan Lokal dalam Kurikulum Nasional, Jambi Peradaban Besar di Asia Tenggara
- Mei 12, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jambi – Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menegaskan pentingnya penguatan pengetahuan lokal dalam sistem pendidikan nasional. Hal itu disampaikan saat kunjungan kerja Komisi X ke Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Jambi, Kamis (8/5/2025).
Diketahui, Kunker ini bagian dari upaya menghimpun masukan untuk revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Dalam pernyataannya, Bonnie menyoroti keterbatasan pengelolaan muatan lokal di sekolah-sekolah, terutama karena belum adanya integrasi yang kuat antara institusi pendidikan formal dan kekayaan intelektual masyarakat. “Kalau bicara soal kekuatan lokal menjadi kendala, enggak ada alasan. Universitas Jambi mestinya jadi produser pengetahuan. Lalu pengetahuan lokal itu dijadikan bahan ajar di sekolah,” tegasnya.
Bonnie mengingatkan bahwa Jambi bukan sekadar provinsi biasa, melainkan pernah menjadi pusat peradaban besar di Asia Tenggara. Ia menyinggung nama Dharmakirti sebagai tokoh penting, sehingga Jambi pada masa lampau memiliki sistem pengetahuan maju dan karena itu UU seharusnya menjadi sumber inspirasi pendidikan hari ini.
“Jambi ini pernah jadi pusat pendidikan di Asia Tenggara. Bukan hanya Malaysia yang punya cerita. Dunia pun mengakui—dulu orang belajar ke sini,” ujarnya.
Pernyataan Bonnie sejalan dengan laporan Kemendikbudristek 2023 yang mencatat bahwa kurang dari 30% sekolah di Indonesia menerapkan kurikulum muatan lokal secara efektif. Padahal, penguatan identitas budaya lokal sangat berkontribusi dalam membentuk karakter peserta didik, terutama di era globalisasi dan dominasi konten digital.
Dalam konteks kebijakan, Bonnie juga mengingatkan bahwa UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Permendikbudristek No. 22 Tahun 2023 menekankan peran satuan pendidikan sebagai pusat kebudayaan. Namun, ia menyayangkan bahwa prasarana pendukung seperti perpustakaan dan ruang kelas masih belum memadai di banyak sekolah.
“Kalau kita bicara kebudayaan dan peradaban, ya harus ada perpustakaan. Kalau enggak, dari mana siswa membaca?” kata Bonnie. Ia menambahkan bahwa pendidikan tidak hanya soal teknologi informasi, tetapi juga verifikasi nilai dan kebenaran yang tetap harus menjadi domain guru.
Di tengah kemajuan kecerdasan buatan (AI), Bonnie mengutip pernyataan Bill Gates yang menyebut profesi guru dan dokter akan terdampak. Namun, menurutnya, hal itu justru memperkuat urgensi peran guru sebagai verifikator informasi di tengah banjir data digital. “Guru punya tugas penting di era AI ini, yaitu memverifikasi kebenaran informasi,” tegasnya.
Sebagai solusi, Bonnie mendorong sinergi antara inisiatif masyarakat dan sistem pendidikan formal. Ia menyebut adanya program Dana Indonesiana yang bisa diakses komunitas atau guru untuk memproduksi pengetahuan lokal. “Tinggal bagaimana dunia pendidikan bisa menyambungkan temuan itu ke ruang kelas,” tambahnya.
Kunjungan Komisi X ke Jambi ini menjadi momentum reflektif bahwa reformasi pendidikan tidak hanya berbicara tentang teknologi dan struktur kelembagaan, tetapi juga tentang akar budaya dan sejarah lokal yang membentuk identitas bangsa. •ssb/rdn