12 May 2025
Industri dan Pembangunan

Abdul Kharis: Revisi UU Kehutanan Sempurnakan Regulasi Relevan dengan Zaman

  • Mei 12, 2025
  • 0

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, bersama tim usai pertemuan akademisi Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (8/5/2025). Foto: Ica/vel.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, bersama tim usai pertemuan akademisi Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (8/5/2025). Foto: Ica/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Dalam rangka memperkuat landasan akademik penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Komisi IV DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) menggelar jaring pendapat bersama akademisi Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kegiatan yang digelar pada Kamis (8/5/2025) ini menjadi forum strategis untuk menggali masukan ilmiah guna menjawab tantangan pengelolaan kehutanan nasional yang semakin kompleks.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, yang hadir membuka kegiatan menyampaikan bahwa jaring pendapat tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil keputusan Rapat Internal Panja pada 28 April 2025, yang menyepakati perlunya pendalaman substansi RUU melalui dialog ilmiah dengan para pakar dan akademisi.

“Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah menjadi dasar hukum pengelolaan hutan Indonesia selama lebih dari dua dekade. Namun, dengan meningkatnya tekanan terhadap sumber daya hutan serta dinamika sosial dan hukum yang terus berkembang, maka dibutuhkan penyempurnaan substansi regulasi agar tetap relevan dan mampu menjawab tantangan pengelolaan hutan secara berkelanjutan,” ujar Abdul Kharis.

Ia menjelaskan bahwa Indonesia mengalami kehilangan hutan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Dalam kurun waktu 50 tahun, lebih dari 33,9 juta hektar hutan telah hilang, dan sebanyak 28,04 juta hektar di antaranya terjadi dalam dua dekade terakhir.

“Angka ini mencerminkan perlunya pembaruan kebijakan kehutanan yang lebih progresif dan berpihak pada kelestarian serta kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.

Menurut Ketua Panja RUU Kehutanan itu, sejumlah persoalan krusial masih menjadi perhatian dalam penyelenggaraan bidang kehutanan. Salah satunya adalah degradasi dan deforestasi yang menyebabkan menurunnya daya dukung dan daya tampung hutan secara kapasitas maupun kualitas.

“Selain itu, pengelolaan hutan produksi yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip keberlanjutan melalui pendekatan agroforestri, serta perlunya penguatan terhadap pengakuan hutan adat pasca putusan Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.

Abdul Kharis juga menyoroti pentingnya kejelasan data dan informasi kehutanan yang selama ini belum terintegrasi secara sistematis, sehingga menyulitkan proses inventarisasi dan pengawasan hutan. Di samping itu, belum adanya ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai mekanisme penyelesaian sengketa kehutanan antara masyarakat dengan pihak-pihak yang berkepentingan, menjadi celah hukum yang perlu direspon dalam revisi undang-undang ini.

“RUU ini telah ditetapkan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI dan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) Tahun 2025. Oleh karena itu, proses penyusunannya harus dilakukan secara terbuka, inklusif, dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi,” jelasnya.

Abdul Kharis menyampaikan harapan agar forum hasil yang didapat dari jaring pendapat bersama kalangan akademisi UGM tersebut memberikan kontribusi nyata dalam menyusun regulasi kehutanan yang komprehensif, adaptif terhadap perubahan zaman, serta mampu menjaga keberlanjutan hutan sebagai penyangga kehidupan dan sumber kesejahteraan masyarakat.

“Kami berharap, pertemuan kali ini membawa manfaat besar bagi kelestarian hutan dan masyarakat yang hidup di dalam maupun sekitar kawasan hutan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan rahmat dalam setiap langkah yang kita ambil,” tutupnya. •ica/rdn

EMedia DPR RI