Layanan Kesehatan Hak Dasar Rakyat, Bukan Komoditas Ekonomi
- Mei 9, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menegaskan pentingnya menempatkan layanan kesehatan sebagai hak dasar warga negara, bukan semata sebagai komoditas ekonomi. Hal ini ia sampaikan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (07/05/2025).
“Saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya bahwa kita memiliki regulasi yang mengikat kita semua, yaitu Undang-Undang Dasar tahun 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2025 tentang Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan beberapa kebijakan-kebijakan yang lain ataupun regulasi lain yang intinya mengatakan bahwa setiap warga negara itu berhak mendapatkan layanan kesehatan, itu titik poinnya,” ujar Kurniasih.
Ia menggarisbawahi pentingnya kesamaan persepsi dalam Panja bahwa kesehatan merupakan hak rakyat. “Kesehatan itu merupakan hak dasar rakyat bukan komoditi ekonomi, ini yang harus persepsinya sama dulu dalam Panja ini. Karena akan sangat menentukan bagaimana hasil rekomendasi panja ini,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung lemahnya sistem dan akurasi data, khususnya terkait peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). “Ini kan ada yang enggak beres berarti sistemnya, enggak berjalan dengan sebagaimana mestinya. Dan ini PR kita bersama yang harus diselesaikan ya,” ujarnya.
Ia mengkritisi praktik pemutusan kepesertaan PBI secara tiba-tiba. Lebih lanjut, ia mengajak semua pihak untuk duduk bersama mencari solusi. “PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan ini akar masalahnya ada di mana sih? Ini kasihan rakyat. Tiba-tiba bulan yang lalu dia masih terdaftar sebagai PBI, tiba-tiba hari ini hilang pada saat dia mau berobat dan sakit parah, coba bisa dibayangkan nggak? Kan kasihan,” katanya.
Kurniasih juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap tata kelola BPJS Kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. “Yang ingin saya garis bawahi adalah tadi kita ini lemah pengawasan terhadap tata kelola BPJS Kesehatan di banyak rumah sakit ya. Ada rumah sakit, klinik atau faskes yang memang ada fraud di dalamnya, itu silakan bisa ditendang tegas. Tapi juga banyak yang apa ya dibuat dispute gitu loh, sehingga tagihannya ini tidak terbayar-bayar,” ucapnya.
Ia mengingatkan bahwa rumah sakit juga perlu dukungan untuk bertahan secara operasional. “Rumah sakit kan juga butuh survive. Rakyatnya kan butuh layanan kesehatan. Kalau operasional posnya tidak ada mereka mau survive dari mana?” terangnya.
Tak kalah penting, ia menyoroti tingginya jumlah peserta nonaktif JKN yang mencapai puluhan juta. “Peserta non aktif JKN sangat tinggi, 55,5 juta peserta, ini dahsyat. Nah ada yang menunggak iuran 27 persen, ada yang dikeluarkan dari penerima bantuan PBI ataupun PBPU Pemda untuk pekerja yang mengalami PHK 73 persen. Intinya mereka ini tidak mampu bayar kan?” katanya.
Menurutnya, jika permasalahan ini terus dibiarkan, maka kepala daerah akan menjadi pihak yang paling terdampak. “Hari ini PHK di hadapan kita terus kita mau gimana? Apakah dibiarkan kan? Yang pusing kepala daerah, itu semuanya larinya ke kepala daerah,” ujarnya.
Mengakhiri pernyataannya, Kurniasih berharap Panja ini bisa melahirkan solusi nyata. “Mari kita dengan beritikad baik ini, pimpinan, saya berharap Panja ini bisa menghasilkan rekomendasi solusi yang ditindaklanjuti secara konkrit. Karena ini sebenarnya masalah klasik yang sudah lama yang kayaknya nggak ada ujung pangkalnya gitu. Jadi kita tidak hanya sekedar retorika bicara di sini tapi memang ada solusi dari Panja ini,” pungkasnya. •gal/rdn