Komisi II Desak Penyelesaian Masalah Pertanahan di Kalbar, 66 Perusahaan Sawit Belum Miliki HGU
- Mei 9, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Pontianak – Komisi II DPR RI menyoroti sejumlah persoalan pertanahan di Kalimantan Barat (Kalbar) yang dinilai sangat kompleks dan mendesak untuk segera diselesaikan. Dalam Kunjungan Kerja Spesifik di Kantor Gubernur Kalbar yang digelar Rabu (7/5/2025), Komisi II menegaskan bahwa berbagai masalah tanah di provinsi ini tak boleh terus berlarut-larut.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima yang memimpin langsung kunjungan tersebut mengungkapkan bahwa dari 537 perusahaan kelapa sawit di Indonesia yang belum memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), sebanyak 66 di antaranya beroperasi di Kalbar dan tersebar di 10 kabupaten.
“Masalah-masalah itu harus diurai di mana bottleneck-nya. Komisi II DPR RI bertekad meninggalkan legasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanah. Jadi pertemuan-pertemuan seperti ini bukanlah acara seremonial atau seperti ’kelompencapir’, tapi harus ada eksekusi yang tegas,” ujar Aria Bima kepada Parlementaria, di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Pontianak, Rabu (7/5/2025).
Selain masalah HGU, Kalbar juga menghadapi 83 bidang tanah terlantar dengan luas mencapai 131.412 hektare. Persoalan lainnya mencakup klaim tanah masyarakat dalam area HGU, tumpang tindih sertifikat, hingga kewajiban plasma dari perusahaan yang belum tuntas.
Oleh karena itu, Legislator Fraksi PDI Perjuangan tersebut menegaskan sinergi antar lembaga sangat penting, termasuk antara Pemerintah Daerah dan Pusat. Ia mengungkapkan bahwa Komisi II dan Kementerian ATR/BPN telah memiliki dashboard bersama untuk mempercepat penyelesaian konflik tanah di Indonesia.
Kunjungan ini juga diikuti oleh anggota Komisi II dari berbagai fraksi, jajaran Kementerian ATR/BPN, serta Bupati/Walikota se-Provinsi Kalbar. Gubernur Kalbar Ria Norsan dan Wakil Gubernur Krisantus Kurniawan turut hadir dan menyampaikan kondisi terkini pengelolaan tanah serta keuangan daerah.
Selain fokus pada pertanahan, Komisi II DPR RI juga menyoroti peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebagai ujung tombak kemandirian fiskal. Aria Bima menegaskan BUMD seharusnya menjadi pusat pendapatan (revenue center), bukan beban anggaran (cost center).
“Dari 546 daerah di Indonesia, 493 masih bergantung pada dana transfer pusat. Ini berarti banyak daerah belum mandiri secara fiskal,” tandasnya.
Kalbar saat ini memiliki tiga BUMD yang dinilai sehat, yaitu Bank Kalbar, Jamkrida Kalbar, dan Perumda Aneka Usaha Kalbar. Selain itu, provinsi ini juga mengelola dua rumah sakit dan sembilan SMK Negeri dalam skema BLUD, yang diklaim menyumbang 14 persen terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Wagub Krisantus menyebut, Kalbar memiliki potensi sumber daya alam yang besar, seperti bauksit, uranium, batubara, dan emas. Namun, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. “Kami berharap ke depan ketergantungan pada dana pusat bisa dikurangi,” ujarnya.
Sebagai informasi, Kalimantan Barat memiliki luas wilayah lebih dari 147 ribu km² dengan jumlah penduduk sekitar 5,6 juta jiwa. Namun, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar masih di angka 71,19, menempatkannya di posisi ke-31 dari 38 provinsi di Indonesia.
Turut hadir Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin (F-Golkar) dan Anggota Komisi II DPR RI diantaranya Deddy Sitorus, Bob Mamana Sitepu, Komarudin Watubun, Rommy Soekarno (F-PDIP), Eston Foenay (F-Gerindra), Ujang Bey, Habibur Rochman (F-Nasdem), Mohammad (Toha F-PKB), Edi Oloan Pasaribu dan Wahyudin Noor Aly, (F-PAN). Tak hanya Legislator, dari Jakarta juga datang Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Iljas Tedjo Prijono.
Sementara itu dari Pemprov Kalbar hadir Gubernur Ria Norsan, Wakil Gubernur Krisantus Kurniawan, Sekretaris Daerah Harrison, Ketua DPRD Kalbar Aloysius, Kakanwil BPN Kalbar Mujahidin Maruf, Kepala BUMD dan BULD, segenap Bupati dan Walikota, serta kepala kantor tanah dari 14 kabupaten-kota se-Kalbar. •pun/rdn