Jalur Laut Rawan Penyelundupan Narkoba, Legislator Dorong Pembinaan BNN di Pesisir
- Mei 6, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyampaikan apresiasinya terhadap semangat Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam memberantas narkoba. Hal itu, tegasnya, dapat diupayakan meskipun dengan keterbatasan anggaran, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
“Semangat dalam hal pemberantasan narkoba sangat tinggi, walaupun dengan keterbatasan yang dimiliki, karenanya saya menghargai semangat itu,” ujarnya saat mengikuti Raker antara Komisi III dengan Kepala BNN Marthinus Hukom di Ruang Rapat Komisi III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025)
Sudding menyoroti persoalan kerawanan jalur laut dan pesisir sebagai pintu masuk utama penyelundupan narkoba dari negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Hongkong. Modus operandi yang sering ditemukan, khususnya di wilayah Batam, adalah narkoba yang dibuang ke laut dan kemudian diambil oleh kapal-kapal kecil.
“Kawasan pesisir ini memang sangat rawan. Hampir semua daerah pesisir menjadi pintu masuk penyelundupan narkoba dari luar,” tegas Sudding. Ia pun mendorong BNN untuk melakukan pembinaan dan pencegahan di kawasan pesisir yang rentan dimanfaatkan oleh jaringan mafia narkoba.
Lebih lanjut, Sudding menekankan pentingnya program “Desa Bersinar” sebagai upaya melibatkan masyarakat pesisir dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba. Menurutnya, upaya pemberantasan tidak hanya fokus pada sekolah dan perguruan tinggi, tetapi juga perlu menyasar wilayah-wilayah pesisir yang menjadi celah peredaran narkoba dari luar.
“Perlu ada operasi gabungan yang melibatkan berbagai institusi, tidak hanya BNN. Ini adalah kejahatan luar biasa yang menyangkut kedaulatan bangsa,” ujar Sudding, mengingatkan pada sejarah Perang Candu antara Inggris dan Tiongkok. Ia khawatir kekayaan alam Indonesia justru menjadi daya tarik bagi sindikat narkoba internasional.
Oleh karena itu, Sudding mendesak adanya political will yang kuat dari pemerintah dalam memperkuat BNN sebagai leading sector, baik dari segi anggaran, infrastruktur, maupun sumber daya manusia.
“Jadi tidak hanya sebatas bahwa kondisi negara kita darurat narkoba, tapi implementasinya harus dibarengi dengan political will itu sendiri. Saya mendukung langkah-langkah yang dilakukan oleh Pak Martinus dalam hal pemberantasan narkoba,” katanya.
Selain pencegahan dan penindakan, Sudding juga menyoroti peredaran uang narkoba yang mencapai angka fantastis, yakni Rp 500 triliun. Ia mendesak BNN untuk bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri aliran dana tersebut dan menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada para pelaku beserta keluarganya.
“Pantau keluarganya, pantau kerabat-kerabatnya, karena pasti peredaran duit ini sungguh sangat besar,” tegasnya.
Sudding juga menyoroti fenomena penyalahgunaan narkoba yang merambah usia anak sekolah dasar. Ia meminta agar program seperti “Mars Bahaya Narkoba” kembali digalakkan di sekolah-sekolah untuk memberikan pemahaman sejak dini tentang bahaya narkoba.
Isu penting lainnya yang diangkat adalah akuntabilitas barang bukti narkoba yang telah disita. Sudding meminta agar BNN memastikan transparansi pengelolaan barang bukti untuk mencegah adanya penyalahgunaan kewenangan yang dapat menyebabkan barang haram tersebut kembali beredar.
“Komisi III DPR RI mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan barang bukti dari hasil pengungkapan kasus, serta koordinasi dengan KPK dan DJKN terkait pemanfaatan aset hasil sitaan dari jaringan sindikat narkotika oleh BIN RI,” pungkasnya.
Kepala Badan Narkotika (BNN) Republik Indonesia (RI) Marthinus Hukom, mengungkap ada 10 titik wilayah yang masuk kategori rawan penyelundupan narkotika atau jadi pintu masuk peredaran narkoba ke Indonesia.
Marthinus menyebutkan, 10 daerah itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan seluruh pantai sisi barat Sulawesi. •rnm/rdn