Abdul Hakim Bafagih: PTPN Feodal, Selesaikan Persoalan Rempang secara Adil!
- April 30, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Hakim Bafagih menyoroti masih kuatnya budaya feodalisme di tubuh PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Menurutnya, adanya budaya feodalisme itu dapat menghambat penyelesaian sengketa tanah ulayat, khususnya di Desa Gobah, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau. Dirinya pun mengungkapkan kekhawatirannya terhadap perilaku jajaran bawah PTPN yang dinilai belum sepenuhnya mengalami transformasi meski manajemen holding utama telah berbenah.
“Karakteristik feodalisme di tubuh PTPN itu masih kental. Di jajaran direksi utama memang sudah ada perubahan, tetapi perilaku di bawahnya masih seperti dulu,” kata Abdul Hakim dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI dengan Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) dan Masyarakat Desa Gobah Kecamatan Tamban di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Ia meminta para perwakilan dari AMAR-GB dan Masyarakat Desa Gobah Kecamatan Tamban untuk segera menyerahkan data terbaru, termasuk putusan pengadilan dan temuan lapangan, kepada Komisi VI DPR RI dalam beberapa hari ke depan agar dapat dipelajari lebih lanjut untuk memperkuat upaya penyelesaian. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga suasana kondusif dalam proses penyelesaian, mengedepankan kepala dingin, dan mencari titik tengah yang adil bagi semua pihak.
Dirinya menilai bahwa di tengah situasi ekonomi yang sulit saat ini, sengketa lahan harus diselesaikan dengan pendekatan kolaboratif agar dapat membuka peluang ekonomi baru di daerah tersebut. “Kalau gontok-gontokan, tidak akan selesai. Syukur-syukur lahannya bisa dikembalikan atau diselesaikan melalui BPN, sehingga bisa membuka peluang baru bagi masyarakat,” ujarnya.
Terkait pengembangan kawasan Rempang, Hakim menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara investasi dan kepentingan lokal. Ia mencontohkan pengalamannya di Lagoi, Bintan, yang meski maju secara pariwisata, namun sempat dianggap lebih menguntungkan wisatawan asing dibanding masyarakat lokal.
“Saya tidak ingin Rempang menjadi seperti Lagoi, Bintan, di mana orang lokal malah tersisih. Kita harus memastikan pengembangan Rempang tetap berpihak kepada masyarakat setempat,” tegas Hakim.
Dirinya pun juga menyayangkan adanya keterlibatan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang diduga memfasilitasi intimidasi terhadap masyarakat dalam proyek Rempang Eco City. Temuan tersebut, menurutnya, bertolak belakang dengan pernyataan pemerintah sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan relokasi sudah diselesaikan.
Maka dari itu, Hakim menyampaikan Komisi VI DPR RI berjanji akan terus mendalami laporan dari masyarakat dan mengambil langkah konkret dalam pengawasan, termasuk memastikan agar tidak ada lagi pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat dalam proyek pembangunan nasional. “Ini fakta baru. BP Batam justru terlibat dalam intimidasi kepada masyarakat. Ini tidak bisa dibiarkan,” tandas Politisi Fraksi Partai PAN itu. •um/rdn