PARLEMENTARIA, Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat (AS) baru-baru ini melayangkan kritik terhadap kebijakan sertifikasi halal di Indonesia. Kritik ini tertuang dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) pada 31 Maret 2025.
Merespons hal tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Fikri Faqih menekankan bahwa sertifikasi halal harus dipahami sebagai jaminan kualitas makanan atau produk secara menyeluruh, baik dari sisi proses produksi maupun hasil akhir. Ia menekankan, Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) merupakan bukti kehadiran negara dalam menjamin produk berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia, serta memberikan kenyamanan konsumsi, terutama bagi umat Islam.
Politisi Fraksi PKS ini memahami kekhawatiran yang disampaikan oleh pihak Amerika Serikat terkait implementasi sertifikasi halal. Namun, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan bagi konsumen, khususnya masyarakat Muslim di Indonesia.
“Pemerintah Indonesia memahami kekhawatiran yang disampaikan oleh pihak Amerika Serikat terkait implementasi sertifikasi halal. Namun, kami menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan bagi konsumen, khususnya masyarakat Muslim yang merupakan mayoritas di Indonesia,” kata Fikri Faqih, dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
TERBUKA BEKERJA SAMA
Ia menekankan bahwa sertifikasi halal diterapkan secara adil, transparan, dan tidak diskriminatif terhadap produk asing maupun domestik. Indonesia terbuka untuk bekerja sama dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri, termasuk dari AS, selama memenuhi kriteria dan akreditasi yang ditetapkan oleh otoritas berwenang di Indonesia.
“Sertifikasi halal diterapkan secara adil, transparan, dan tidak diskriminatif terhadap produk asing maupun domestik. Indonesia juga terbuka untuk bekerja sama dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri, termasuk dari AS, selama memenuhi kriteria dan akreditasi yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang di Indonesia,” lanjutnya.
Untuk itu, ia pun mendorong adanya dialog yang konstruktif dan kerja sama teknis, sehingga tantangan ini dapat diatasi tanpa mengganggu arus perdagangan yang saling menguntungkan. “Prinsip keterbukaan dan penghormatan terhadap regulasi nasional akan tetap menjadi dasar dalam menjalin hubungan perdagangan yang sehat dan berkelanjutan,” pungkasnya. •bia/rdn