28 April 2025
Politik dan Keamanan

15 Substansi Revisi, Komisi XIII Serap Masukan RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Jateng

  • April 28, 2025
  • 0

Wakil Ketua Komisi XIII Rinto Subekti, saat mengikuti kunjungan kerja ke Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (26/4/2025). Foto: Bianca/vel.
Wakil Ketua Komisi XIII Rinto Subekti, saat mengikuti kunjungan kerja ke Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (26/4/2025). Foto: Bianca/vel.


PARLEMENTARIA, Semarang
 – Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) menjadi tonggak penting dalam menjamin rasa aman dan pemenuhan hak-hak dasar individu yang berhadapan langsung dengan proses hukum. Namun demikian, regulasi ini masih menyisakan ruang pembenahan. Untuk itulah, Komisi XIII menilai revisi menyeluruh terhadap undang-undang ini diperlukan.

Untuk mempertajam hal itu, Komisi XIII melalui kunjungan kerja ke Semarang, Jawa Tengah, menyerap secara langsung aspirasi, pandangan dan tantangan yang dihadapi di Jawa Tengah. Hal itu guna memastikan substansi pembaharuan Rancangan Undang-Undang Perubahan kedua atas Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang menjadi salah satu RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional, tersebut benar-benar sejalan dengan kondisi di lapangan.

Usai pertemuan dengan jajaran dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Wakil Ketua Komisi XIII Rinto Subekti menyampaikan beberapa poin penting terkait masukan yang diterima dari Jawa Tengah. Pertama, adalah soal perlindungan bagi saksi, korban, dan keluarganya, termasuk dana bantuan untuk perlindungan saksi.

“Ada juga tadi masukan untuk tidak hanya perlindungan kepada saksi tetapi keluarga juga,” kata Rinto kepada Parlementaria, di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (26/4/2025).

Terkait pendanaan, berbagai opsi sumber dana menjadi perhatian dalam pembahasan. Pada diskusi mengemuka masukan untuk dana perlindungan saksi dan korban menggunakan dana dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), hingga opsi menggunakan dana abadi pemerintah. Dalam hal ini, Komisi XIII pun nantinya akan membahas lagi formula yang lebih pas terkait pendanaan perlindungan saksi dan korban.

“Tentunya kami juga akan menyesuaikan dengan kementerian keuangan untuk hal tersebut,” jelas Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.

Selain soal perlindungan langsung bagi saksi dan korban, penguatan LPSK melalui pemerataan kantor wilayah juga menjadi isu krusial yang dibahas. Pemerataan ini agar LPSK mudah dijangkau oleh masyarakat.

“Tidak hanya di beberapa provinsi (kantor wilayah LPSK), tapi juga pentingnya LPSK ini harus ada di setiap provinsi yang ada di Indonesia untuk kantor LPSK agar para saksi dan korban bisa melaporkan dengan mudah di setiap provinsi yang ada di Indonesia,” harapnya.

Komisi XIII sendiri menargetkan pembahasan RUU Perlindungan Saksi dan Korban akan rampung dalam tiga bulan kedepan. Untuk itu Komisi XIII membuka seluas-luasnya masukan dari masyarakat terkait perubahan dalam RUU yang sudah berumur 19 tahun tersebut.

“Target kami paling lambat 3 bulan dari sekarang undang-undang ini segera selesai karena keadaan yang terjadi di lapangan, saksi dan korban ini, undang-undang ini sangat dibutuhkan sekali,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Komisi XIII merangkum setidaknya ada 15 aspek substansi hukum yang perlu diperbaiki dalam RUU Perlindungan Saksi dan Korban, di antaranya adalah:

1. Perluasan definisi saksi

2. Perlindungan bagi justice collaborator

3. Hak restitusi bagi korban

4. Perlindungan bagi whistleblower

5. Perwakilan LPSK di daerah

6. Definisi ‘terlindungi’

7. Dana bantuan korban

8. Jaminan Hukum bagi ahli

9. Mekanisme pemisahan tahanan bagi saksi pelaku

10. Pemberian bantuan medis dan psikososial

11. Penyitaan aset untuk restitusi

12. Hak perlindungan bagi keluarga saksi

13. Koordinasi dengan aparat penegak hukum

14. Penyimpanan identitas saksi

15. Hak kepegawaian bagi pelapor.

EMedia DPR RI