Dugaan Sewa Aset Sungai Jadi Biang Banjir di Bekasi
- April 24, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menyoroti bencana banjir yang kerap berulang di wilayah Bekasi. Berdasarkan laporan yang ia terima, ada dugaan penyalahgunaan aset negara yang disewakan kepada pihak swasta sehingga berujung pada terjadinya penyempitan aliran sungai.
“Kami minta data lengkap, laporan tertulis aset-aset PJT II yang disewakan di sepanjang aliran sungai di Bekasi. Karena salah satu penyebab banjir adalah pembangunan ruko-ruko di atas lahan yang seharusnya jadi jalur air,” tegas Andre saat memimpin agenda Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Fahmi Hidayat dan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Imam Santoso beserta subholding di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Lebih lanjut, ia turut menyoroti adanya keterlibatan oknum di tubuh PJT II yang menyewakan lahan kritis—yakni bantaran sungai—untuk pembangunan komersial seperti ruko. Akibatnya, terangnya, aliran air terganggu, kapasitas sungai menurun, dan limpasan air tidak lagi tertampung dengan baik saat musim hujan.
Tindakan ini, jelasnya, bukan hanya merugikan lingkungan, tetapi juga menjadi bukti lemahnya pengawasan terhadap aset vital negara. “Harusnya PJT II jadi bagian solusi, bukan malah sumber masalah,” ungkapnya.
Pengelola Air Jadi Penentu Nasib Warga
Sebagai perusahaan BUMN yang mengelola sumber daya air, jelasnya, PJT II harus memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga ekosistem sungai dan mendukung program nasional pengendalian bencana. “Jangan sampai BUMN yang tugasnya menjamin air malah membuat rakyat kebanjiran. Ini ironi yang tak bisa dibiarkan,” tutur Andre.
Politisi Fraksi Partai Gerindra itu menyebut, fungsi PJT bukan hanya teknis, tetapi juga strategis dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan dan keselamatan masyarakat. Sebagai bentuk pengawasan parlemen, ia meminta agar PJT II segera menyusun laporan resmi dan tertulis terkait seluruh aset yang disewakan di sepanjang aliran sungai—terutama di wilayah Jabodetabek.
Langkah ini, tegasnya, diperlukan untuk memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan lahan yang berdampak langsung pada kerugian publik. “Saya minta data, mana saja aset yang disewakan, untuk apa, dan apakah sesuai dengan tata ruang. Jangan sampai kita baru bergerak setelah banjir datang dan rakyat jadi korban,” serunya.
Lebih dari sekadar masalah teknis, Andre menekankan pentingnya menjaga integritas lembaga seperti PJT II dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan urbanisasi cepat. Ia menilai tata kelola aset negara harus dipulihkan agar tidak menjadi bumerang bagi keselamatan warga.
“Ini bukan cuma soal banjir. Ini soal tata ruang, soal integritas, dan soal bagaimana negara hadir atau tidak untuk rakyatnya,” pungkas Andre. •um/aha