Pagar Laut Masih Kokoh Berdiri di Perairan Tangerang-Bekasi, Ketegasan Pemerintah Dipertanyakan
- April 22, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan merespons keluhan para nelayan akibat masih adanya pagar laut di perairan Tangerang dan Bekasi. Para nelayan tradisional di dua wilayah tersebut kesulitan untuk mencari ikan karena pagar laut belum sepenuhnya dibongkar.
Daniel menilai, kondisi ini merupakan bentuk nyata dari perampasan ruang hidup rakyat kecil oleh korporasi yang difasilitasi pembiaran oleh negara. Menurutnya, rakyat khususnya nelayan menunggu ketegasan pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan penegakan hukum dalam pembongkaran pagar laut secara tuntas.
“Ini bukan hanya masalah akses. Ini adalah bentuk keadilan dan penegakan hukum. Jangan sampai nelayan tradisional semakin miskin. Mereka yang hidup dari laut kini dikungkung pagar. Negara harus bertindak tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum,” kata Daniel Johan dalam rilisnya kepada Parlementaria, di Jakarta, Jumat (18/4/2025).
Seperti diketahui, nelayan asal Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mengeluhkan hingga hari ini akses melautnya masih tertutup pagar laut milik PT Tata Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).
Batang bambu milik PT TRPN dan PT MAN masih membentang di lautan dan belum dibongkar sepenuhnya, sehingga membatasi akses nelayan tradisional untuk mencari ikan. Memang sudah ada sebagian yang dibongkar, tetapi sebagian besar masih berdiri kokoh dan menancap hingga dasar laut.
Pagar bambu yang belum dibongkar itu tidak memberikan celah bagi kapal nelayan kecil untuk melintas menuju laut lepas sehingga para nelayan setempat masih mengalami kesulitan saat hendak melaut.
Hal yang sama juga terjadi di perairan Tangerang, di mana aktivitas melaut nelayan setempat masih terganggu lantaran pagar laut sepanjang 10 kilometer disebut masih tertancap di dasar laut. Hal ini menyebabkan kerugian bagi nelayan terutama yang menggunakan alat tangkap tradisional.
Kondisi ini merugikan nelayan, terutama yang menggunakan alat tangkap sederhana. Potongan bambu yang tersembunyi di bawah permukaan air bisa merusak jaring ikan dan baling-baling kapal.
LANGGAR KONSTITUSI
Daniel menegaskan praktik pemasangan pagar bambu di laut yang membatasi ruang gerak nelayan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan ekologis, bahkan melanggar konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh penghidupan yang layak.
Daniel juga menyoroti pembongkaran pagar bambu yang hanya dilakukan secara simbolis di area reklamasi yang dekat daratan, tanpa menyentuh wilayah laut lepas yang menjadi jalur utama nelayan kecil. Ia menilai tindakan tersebut hanya pencitraan semu tanpa solusi nyata.
“Jangan main sandiwara di hadapan rakyat. Nelayan bukan butuh seremonial, mereka butuh akses nyata untuk melaut dan mencari nafkah. Setiap hari mereka berjuang, tapi hari ini mereka dikalahkan oleh bambu-bambu yang melanggar hukum,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan kelautan itu pun heran mengapa tidak ada ketegasan negara dalam mengatasi persoalan pagar laut ini. Mengingat masalah ini tak kunjung selesai, Daniel menilai wajar jika hal ini tidak diselesaikan secara tuntas, akan menambah frustasi masyarakat.
“Harap diingat, nelayan kita kehilangan sumber nafkah, kehilangan martabat. Tapi kok Pemerintah terkesan lamban. Jika ini dibiarkan, maka masyarakat akan semakin frustasi,” imbuh Daniel.
Sementara terkait penetapan tersangka terhadap Kepala Desa Segarajaya dan stafnya, Daniel mendesak aparat penegak hukum untuk tidak berhenti pada aktor lokal semata. Aparat penegak hukum bersama pemerintah diminta untuk menelusuri dugaan keterlibatan lebih luas dari pihak yang disebut dalam laporan masyarakat. •hal/rdn