Sikapi Kebijakan Tarif Resiprokal Trump Masyarakat Tak Usah Terlalu Panik
- April 21, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dipastikan berdampak ke Indonesia. Kendati demikian, Anggota Komisi XI DPR RI Bertu Merlas menilai tambahan bea impor dari AS tidak memberikan dampak signifikan bagi pangsa pasar ekspor Indonesia.
“Kalau untuk bea (masuk) impor dari AS sebenarnya tidak terlalu signifikan dampaknya karena volume ekspor ke Amerika Serikat relatif tidak terlalu besar. Tapi yang kita khawatirkan sebenarnya adalah efek domino dari kebijakan tersebut atau sentimen negatifnya ke negara-negara lain,” ujar Bertu Merlas, dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Dia menjelaskan perang tarif Trump membuat negara-negara lain melakukan langkah proteksi yang mengurangi pangsa pasar barang dunia. Situasi ini akan membuat perlambatan ekonomi dunia. Termasuk para investor yang menahan modal mereka dan mengalihkan ke safe haven asset alih-alih menanamkan modal mereka untuk usaha produktif.
“Apabila terjadi perlambatan ekonomi pada negara-negara yang menjadikan Amerika sebagai pangsa pasar maka negara-negara tersebut juga akan kurang membeli bahan baku. Indonesia adalah eksportir bahan baku terbanyak. Jadi kalau mereka kurang membeli bahan baku dari Indonesia maka komoditas unggulan Indonesia akan turun. Ini yang berdampak pada Indonesia,” katanya.
Jika dilihat dari dinamikanya, kata Bertu saat ini telah terjadi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara saling membalas bea impor dari barang-barang yang masuk negara masing-masing. “Meskipun dalam fase awal, perang dagang dua negara berdampak ke situasi dalam negeri masing-masing namun ke depannya bisa memberikan dampak ke negara lain termasuk Indonesia,” katanya.
Bertu mengungkapkan Indonesia harus cerdas dalam menempatkan posisi agar tidak terjebak dalam perang dagang Amerika Serikat dan China. Salah satu yang harus diwaspadai adalah jika China terpaksa setop ekspor mereka ke Amerika Serikat maka dipastikan ada penurunan permintaan bahan baku dari negara tirai bambu ke Indonesia. “Jika permintaan pembelian bahan baku menurun maka harga jual akan turun dan berdampak pada harga komoditas bahan baku,” kata Politisi Fraksi PKB ini.
Berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke China didominasi besi dan baja sejak 2022. Pada tahun 2022, ekspor besi dan baja mencapai 29,9 persen, berlanjut pada Januari- Agustus 2023 yang mencapai 28,29 persen. Sebelumnya, ekspor ke China didominasi bahan bakar mineral yang mencapai 29,62 persen pada 2021, lalu turun menjadi 24,40 persen pada 2022 dan 26 persen hingga Agustus 2023 yang menandakan ada peralihan struktur ekspor nonmigas Indonesia ke Cina.
Legislator asal Dapil Sumsel II ini mendesak pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi termasuk melakukan deregulasi. Menurutnya Indonesia berpeluang menjadi tujuan investor yang keluar dari negara-negara lain seperti Vietnam, Bangladesh, hingga China. “Ada negara-negara yang mempunyai bea impor tinggi yang bisa membuat investor lari. Mereka bisa saja lari ke Indonesia jika kita mempunyai daya tawar lebih termasuk regulasi yang mendukung,” katanya. •bia/rdn