24 April 2025
Kesejahteraan Rakyat

Jelang Ibadah Haji, Kiai An’im Ingatkan Masyarakat Tak Tergiur Visa Non-Haji

  • April 21, 2025
  • 0

Anggota Komisi VIII DPR An im Falachuddin. Foto: Dok/vel.
Anggota Komisi VIII DPR An im Falachuddin. Foto: Dok/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Anggota Komisi VIII DPR An’im Falachuddin meminta masyarakat tidak menggunakan visa non-haji untuk melaksanakan rukun Islam kelima tersebut. Penggunaan visa non-haji, tegasnya, hanya memicu kerumitan administrasi bahkan sanksi hukum dari Pemerintah Arab Saudi.

“Tawaran menggunakan visa non-haji kerap menjadi pilihan masyarakat yang ingin nekat menunaikan haji melalui jalur tak resmi. Padahal visa non haji ini ilegal dan dilarang,” ujar Kiai An’im, sapaan akrabnya, kepada Parlementaria, di Jakarta, Rabu (16/4/2025).

Dia menjelaskan Pemerintah Arab Saudi memang mengeluarkan banyak ragam visa untuk bisa masuk tanah suci. Mulai dari visa kunjungan, visa pariwisata, visa pekerjaan, visa transit dan visa-visa lainnya. “Namun hanya visa haji resmi yang boleh digunakan melaksanakan ibadah haji. Jangan sampai niat melaksanakan ibadah haji jadi ternodai dengan cara yang ilegal karena penggunaan visa non-haji,” tambahnya.

Kiai An’im mengatakan, masyarakat Indonesia kerap tergiur menggunakan visa non-haji dikarenakan antrean yang sangat lama dalam melaksanakan ibadah haji. Bahkan di beberapa wilayah di Sulawesi harus menunggu hingga hampir 50 tahun untuk dapat berangkat haji. Celah ini yang kemudian dimanfaatkan oknum tertentu untuk menawarkan berangkat haji jalur cepat tanpa antrean secara ilegal.

“Tapi jangan sampai lamanya menunggu menjadi alasan penggunaan visa non-haji. Memulai sebuah ibadah sebaiknya dilakukan dengan cara dan aturan yang telah ditetapkan untuk kepentingan bersama seluruh jemaah haji,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.

Penggunaan visa non-haji berdampak pada kepadatan pelaksanaan ibadah haji, khususnya pada puncak haji yakni saat pelaksanaan di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna). Padahal di Armuzna telah diatur secara tertib dan sesuai dengan kuota yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.

Ia mencontohkan di Mina, jemaah haji sudah diatur secara rapi sesuai negara serta kloter haji untuk dapat menempati tenda-tenda di Mina. “Tapi jika ada jemaah haji yang tidak tercatat karena menggunakan visa non haji memasuki tenda di Mina maka jemaah haji resmi akan mengalami kesulitan karena keterbatasan tempat dan juga kenyaman untuk beribadah. Ini tentunya menimbulkan dampak ketidaknyamanan,” tambahnya.

Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal yakni visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus serta visa haji Mujamalah yang berasal dari undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Tahun ini, total kuota haji Indonesia sebanyak 221.000 jemaah. Jumlah ini terdiri atas 203.320 kuota jemaah haji reguler dan 17.680 kuota jemaah haji khusus.

Kiai An’im meminta pemerintah terus melakukan sosialisasi kewajiban menggunakan visa haji resmi dalam melaksanakan ibadah haji. Selain itu, ia juga meminta pemerintah melakukan penertiban dan penindakan hukum jika ada pelanggaran penggunaan visa non-haji dalam melaksanakan ibadah haji. •tn/rdn

EMedia DPR RI