Perang Dagang AS, Momentum Indonesia Perkuat Kemitraan Global dengan BRICS
- April 17, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Serang – Anggota Komisi I DPR RI Gavriel Putranto Novanto menanggapi eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara, termasuk potensi dampaknya terhadap Indonesia. Menurutnya, situasi geopolitik dan ketegangan tarif saat ini harus dimanfaatkan Indonesia sebagai momentum untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional sekaligus memperluas kemitraan global, khususnya dengan negara-negara anggota BRICS.
“Kita sudah mengarah ke BRICS ya, jadi kita harus bangun lebih banyak relasi dengan negara-negara BRICS yaitu Rusia, India, China, dan Afrika Selatan,” ujar Gavriel usai mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI di Serang, Banten, Selasa (15/4/2025).
Gavriel menilai bahwa langkah Indonesia mendekat ke BRICS bukan hanya sebagai respons terhadap dinamika perang dagang yang dipicu kebijakan tarif era Presiden Donald Trump. Namun, juga sebagai bagian dari upaya diversifikasi hubungan internasional. Ia menekankan bahwa Indonesia tidak boleh terlalu bergantung pada satu blok ekonomi atau satu pasar ekspor, terlebih ketika negara mitra seperti Amerika Serikat menerapkan tarif yang berpotensi merugikan pelaku industri domestik.
“Dengan adanya perang dagang tarif dengan Amerika, malah ini akan membantu Indonesia untuk kita lebih banyak lagi produksi dalam negeri dan untuk kebutuhan dalam negeri,” tegas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Menurut Gavriel, konflik dagang ini seharusnya menjadi dorongan bagi Indonesia untuk memperkuat struktur industrinya, memperdalam rantai pasok lokal, dan mendorong penguatan hilirisasi sumber daya alam. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya mengurangi ketergantungan terhadap impor, tetapi juga mampu meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global.
Namun demikian, Gavriel tidak menutup mata terhadap pentingnya menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat sebagai salah satu pasar ekspor utama Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan langkah diplomatik untuk meredam dampak negatif dari kebijakan tarif AS, termasuk rencana pengiriman tim negosiasi tingkat tinggi ke Washington.
Bagi Gavriel, reorientasi kebijakan luar negeri dan ekonomi Indonesia tidak bisa hanya bersifat reaktif. Ia mendorong pemerintah untuk merancang peta jalan jangka panjang dalam membangun ketahanan ekonomi nasional di tengah fluktuasi geopolitik.
“Kita tidak bisa terus berada dalam posisi menunggu dan merespons. Harus proaktif. Kalau perlu, Indonesia mulai jadi motor penggerak kerja sama Selatan-Selatan, memanfaatkan jaringan BRICS Plus, dan memperkuat posisi kita di ASEAN sebagai mitra strategis global,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya diplomasi ekonomi yang lebih agresif, yang tidak hanya bergantung pada hubungan bilateral dengan kekuatan besar seperti Amerika Serikat, tetapi juga dengan negara-negara yang sedang tumbuh pesat, terutama dari kawasan Global South.
Pernyataan Gavriel Putranto Novanto mencerminkan semangat politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Ia menilai bahwa dalam situasi ketidakpastian global seperti sekarang, Indonesia justru memiliki ruang untuk memainkan peran yang lebih strategis di tingkat internasional, tidak hanya sebagai penonton, tetapi sebagai penggerak konsensus dan penyeimbang kepentingan global.
“Indonesia harus tetap menjadi jangkar stabilitas. Perang dagang atau konflik ekonomi antarnegara besar tidak boleh membuat kita terpaku. Justru kita harus ciptakan alternatif, bangun industri dalam negeri, buka pasar-pasar baru, dan buktikan bahwa kita bisa mandiri tapi tetap bersahabat,” pungkasnya. •blf/rdn