Imigrasi Sulut Perlu Didukung Autogate dan Anggaran Memadai
- April 11, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Manado – Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menghadapi tantangan geografis yang unik dalam memberikan pelayanan imigrasi. Karakteristik wilayah kepulauan dan keterbatasan infrastruktur, serta personil, menjadi hambatan utama dalam melakukan pengawasan masuk dan keluarnya Warga Negara Asing (WNA).
Meskipun demikian, dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi XIII, Wakil Ketua Komisi XIII Dewi Asmara mengapresiasi upaya efisiensi yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Sulawesi Utara tak mempengaruhi kualitas pelayanan meski dengan segala keterbatasan yang ada.
“Tentu kami melihat pertama upaya-upaya yang dilakukan dengan adanya efisiensi ini sudah cukup baik, kami apresiasi. Karena dengan segala keterbatasan tetap mengutamakan pelayanan dan fungsi-fungsi pokok,” kata Dewi kepada Parlementaria, di Manado, Sulut, Kamis (10/4/2025).
Meski telah berjalan dengan baik, Politisi Fraksi Partai Golkar ini tetap menekankan perlunya peningkatan fungsi pengawasan, mengingat Sulawesi Utara merupakan pintu gerbang utara Indonesia yang rawan terhadap masuknya warga negara asing secara ilegal. Ia pun mendorong diperlukannya autogate sebagai sistem pemeriksaan imigrasi otomatis untuk peningkatan layanan imigrasi di Sulut.
“Sesuai dengan geografis ini kan adalah pintu gerbang di paling utara, sehingga tentu untuk fungsi pengawasan ini diperlukan. Mengingat contohnya saja banyak masuk dari luar negeri, dari Cina, yang pintu gerbangnya di sini tapi tujuannya kemudian ke Ternate dan yang lain. Nah ini untuk meningkatkan pengawasannya ke depan dan dalam rangka meningkatkan PNBP tentu kita memerlukan juga Autoget. Untuk security approach dan peningkatan layanan,” jelasnya.
Sementara itu, perlunya peningkatan anggaran juga disinggung Dewi. Ia melihat meski harus efisiensi, kondisi geografis dan wilayah di Sulut memerlukan dukungan anggaran yang memadai. Ia pun mendorong kerja sama yang baik antara Ditjen Imigrasi, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimpas), pemerintah daerah, TNI, Polri, Bakamla, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
“Misalnya dengan melakukan pengawasan di pulau-pulau terluar yang jaraknya mungkin 500 kiloan, kita saja belum punya boat ya, tapi kita bersama dengan TNI dan lain itu perlu kita tingkatkan (kerja sama). Jadi tentu melakukan terobosan baik dengan kerjasama dengan pemerintah daerah, maupun meningkatkan (kerja sama) dengan TNI, Polri, Bakamla, juga menyusun anggaran yang efisien tetapi mencapai tujuan yang diinginkan untuk anggaran berikutnya,” imbuhnya.
Sebagai informasi, wilayah kerja Ditjen Imigrasi Sulut cukup luas dan sulit dijangkau terutama di wilayah perbatasan laut (RI-Filipina) dimana sering terjadi gelombang tinggi yang bisa mencapai 4 meter apabila cuaca sedang buruk. POS TPI terluar dibawah koordinasi Kantor Wilayah Ditjenim Sulut berada di Pulau Miangas dan Pulau Marore, masing-masing berjarak 521 km dan 369 km dari Manado.
Kantor Imigrasi Kelas II TPI Tahuna sebagai pelaksana kegiatan pengawasan keimigrasian di perbatasan laut RI-Filipina saat ini hanya berkekuatan 24 (dua puluh empat) personil. Penambahan personil serta infrastruktur pengawasan di beberapa titik strategis seperti di wilayah perbatasan sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan. •bia/aha