19 April 2025
Industri dan Pembangunan

RI Manuver Cerdas Hadapi Ketegangan Dagang Global: Diplomasi Ekonomi Jadi Andalan

  • April 9, 2025
  • 0

Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini. Foto: Farhan/vel.
Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini. Foto: Farhan/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Di tengah gelombang proteksionisme global yang kian menguat, Indonesia memilih jalan diplomasi ekonomi untuk mempertahankan stabilitas perdagangan dan melindungi kepentingan nasional. Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini menilai langkah Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sejumlah hambatan impor merupakan bagian dari strategi besar untuk merespons perubahan lanskap dagang global, terutama kebijakan tarif agresif yang diterapkan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump.

“Ini adalah langkah negosiasi yang cerdas, bukan semata membuka kran impor tanpa kendali. Tapi ada strategi tawar-menawar yang bisa menempatkan Indonesia sebagai mitra dagang yang penting, bukan sekadar pasar,” ujar Anggia melalui rekaman suara yang disampaikan kepada Parlementaria di Jakarta, Rabu (9/4/2025).

Buka Akses, Perkuat Posisi

Lebih lanjut, nilainya, kebijakan penghapusan kuota impor dinilai sebagai upaya memperluas akses bagi pelaku usaha dan menyerap bahan baku yang dibutuhkan industri dalam negeri. Baginya, upaya ini menandakan Indonesia tengah mengirim sinyal kepada mitra global bahwa negara ini terbuka untuk kerja sama yang saling menguntungkan — bukan konfrontatif.

Sebab, berdasarkan laporan yang ia terima, Presiden Prabowo Subianto disebut telah melakukan sejumlah “tawaran negosiasi” dengan Amerika Serikat, termasuk meningkatkan impor tanpa hambatan dan menghapus kuota-kuota dagang. Berbeda dengan beberapa negara yang memilih membalas tarif AS dengan kebijakan serupa, Indonesia memilih pendekatan diplomatis.

Anggia menekankan pentingnya kehati-hatian agar tidak memicu reaksi keras yang bisa merugikan Indonesia secara ekonomi. “Ini adalah pesan politik dagang: Indonesia tidak bermain keras, tapi tidak juga pasif. Kita tidak bisa gegabah. Balas-membalas tarif bisa merugikan tenaga kerja kita, menekan ekspor, dan menciptakan gelombang PHK,” paparnya.

Dirinya pun menambahkan bahwa pemerintah harus menyiapkan mitigasi risiko jangka pendek, termasuk penguatan konsumsi domestik dan regulasi yang mendukung investasi. Terkait strategi diversifikasi, ia mendukung pemerintah untuk mendorong memaksimalkan potensi ekspor ke negara-negara anggota BRICS, RCEP, dan kawasan Eropa.

Baginya, perjanjian bilateral dengan Korea Selatan, Jepang, dan Australia bisa menjadi peluang emas untuk membuka pasar baru. “Ketegangan dagang ini harus menjadi peluang bagi kita untuk mencari tujuan ekspor alternatif. Kita tidak boleh hanya bergantung pada satu negara tujuan,” tegasnya.

Ia juga menyebutkan posisi Indonesia saat ini justru semakin strategis. Di saat banyak negara melakukan proteksi, jelasnya, Indonesia bisa tampil sebagai negara yang siap bernegosiasi dan memperkuat relasi dagang multilateral. Dirinya mendukung momentum ini untuk menunjukkan Indonesia adalah mitra yang stabil, kredibel, dan terbuka.

“Ketegangan global bisa jadi peluang. Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa naik kelas dalam peta perdagangan dunia,” pungkas Politisi Fraksi Partai PKB itu. •um/aha

EMedia DPR RI