21 March 2025
Industri dan Pembangunan

Revisi Kebijakan Kehutanan, Langkah Strategis Jaga Kelestarian Hutan

  • Maret 20, 2025
  • 0

Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri. Foto: Dok/vel.
Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri. Foto: Dok/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menegaskan bahwa revisi kebijakan kehutanan yang komprehensif dan holistik merupakan langkah penting untuk memastikan kelestarian hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini ia sampaikan dalam Forum Dialog Konservasi Indonesia (FDKI) bertajuk Menavigasi Undang-Undang Kehutanan di Hotel Sofyan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Dalam paparannya yang berjudul Revisi UU Kehutanan untuk Mewujudkan Sektor Kehutanan yang Produktif, Efisien, Berdaya Saing, Inklusif, Ramah Lingkungan, dan Berkelanjutan, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu menyoroti isu-isu kritis, termasuk deforestasi dan perlunya revisi UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999.

Tantangan Kehutanan

Rokhmin mengungkapkan lima permasalahan utama yang memerlukan perhatian serius:

  1. Deforestasi masif dan dampaknya. Indonesia kehilangan rata-rata 492.950 hektare hutan per tahun sejak 2001 hingga 2024, dengan puncak deforestasi mencapai lebih dari 1 juta hektare pada 2016.
  2. Alih fungsi hutan ilegal. Banyak kawasan hutan berubah menjadi lahan perkebunan, pertambangan, dan pemukiman tanpa izin.
  3. Kebakaran hutan dan emisi gas rumah kaca (GRK). Pada 2023, Indonesia menyumbang 0,9 miliar metrik ton CO2e, menjadikannya kontributor emisi GRK dari deforestasi terbesar kedua setelah Brasil.
  4. Penurunan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB. Sektor ini terus kehilangan daya saing akibat praktik ilegal seperti pembalakan liar.
  5. Konflik agraria dan marginalisasi masyarakat adat. Setidaknya terdapat 121 kasus konflik agraria yang mencakup 2,8 juta hektare wilayah adat.

Poin Krusial

Politisi Fraksi PDIP ini menegaskan bahwa revisi UU Kehutanan harus memperkuat pengelolaan hutan dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Beberapa poin kunci yang diusulkan antara lain:

  1. Pemanfaatan hutan untuk energi bersih. Perluasan akses pemanfaatan energi terbarukan di kawasan konservasi guna mendukung transisi energi hijau.
  2. Pengawasan dan penegakan hukum. Penguatan aturan terkait teknologi pemantauan dan sanksi tegas untuk mencegah pembukaan hutan ilegal.
  3. Pengakuan hak masyarakat adat. Pemberian pengakuan hukum dan keterlibatan aktif masyarakat adat dalam pengelolaan hutan.
  4. Pengembangan ekonomi hijau. Regulasi perizinan dan insentif fiskal untuk investasi pangan dan energi berbasis hutan yang berkelanjutan.

Dampak Ekonomi

Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan se-Indonesia) ini memaparkan bahwa pemerintah berencana membuka 20 juta hektare kawasan hutan untuk pengembangan pangan dan energi. Rencana tersebut meliputi:

  1. 15,53 juta hektare kawasan hutan lindung dan produksi.
  2. 3,17 juta hektare kawasan Perhutanan Bukan Hutan Produksi (PBPH) yang tidak aktif.
  3. 1,9 juta hektare lahan perhutanan sosial.

Rokhmin memperingatkan bahwa deforestasi dan alih fungsi hutan berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp3.000 triliun akibat hilangnya 600 juta meter kubik kayu komersial. Selain itu, bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor telah mengakibatkan kerugian tambahan sebesar Rp101,2 triliun sejak 2015.

Ia juga menyoroti bahwa rencana pembukaan kawasan hutan ini berisiko memperburuk konflik agraria dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Saat ini, terdapat 121 kasus konflik agraria yang melibatkan sekitar 2,8 juta hektare wilayah adat. •hal/aha

EMedia DPR RI